73% Profesional Muda Singapura Memilih Kerja dari Rumah, Survei Universum 2023

Dalam sebuah perubahan besar yang telah menggema di seluruh industri teknologi, Amazon mengumumkan mandat kembali ke kantor (RTO) yang ketat, yang mengharuskan karyawannya untuk hadir secara fisik di kantor lima hari dalam seminggu mulai 2 Januari 2025.

Arahan ini, yang dituangkan dalam sebuah memo dari CEO Andy Jassy pada 16 September, telah memicu reaksi keras di kalangan tenaga kerja Amazon, yang sebagian besar telah terbiasa dengan fleksibilitas kerja jarak jauh selama pandemi. Perubahan ini tidak disambut baik secara universal, dengan sebagian besar karyawan Amazon menyuarakan ketidakpuasan mereka atas apa yang mereka anggap sebagai langkah mundur dalam kebijakan tempat kerja perusahaan.

Memo Jassy mengakui adanya potensi gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh kebijakan baru ini terhadap kehidupan pribadi karyawan, namun ia menekankan bahwa keputusan tersebut sudah final dan tidak dapat ditawar. Meskipun demikian, reaksi dari tenaga kerja Amazon sangat cepat dan kritis.

Banyak karyawan melihat langkah ini sebagai perubahan yang tiba-tiba dan tidak diinginkan, menantang keseimbangan kehidupan kerja dan produktivitas mereka, terutama setelah merasakan manfaat kerja jarak jauh selama beberapa tahun terakhir.

Isu yang Lebih Luas: Perdebatan Kerja Jarak Jauh di Singapura

Situasi di Amazon mencerminkan tren yang lebih luas yang terlihat di berbagai industri, terutama di Singapura, di mana kerja jarak jauh telah mengubah lanskap ketenagakerjaan setempat. Pandemi COVID-19 memaksa perusahaan untuk beradaptasi dengan pengaturan kerja yang fleksibel, dan banyak pekerja di Singapura yang lebih memilih cara kerja baru ini.

Namun, seiring dengan pulihnya ekonomi global, perusahaan-perusahaan mendorong untuk kembali ke kantor, sehingga memicu perdebatan tentang masa depan pekerjaan.

Di Singapura, pemerintah telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi transisi ini. Pedoman seperti Pedoman Tripartit tentang Permintaan Pengaturan Kerja Fleksibel, yang mulai berlaku pada 1 Desember 2024, mengamanatkan agar perusahaan mempertimbangkan permintaan resmi dari karyawan yang mencari pengaturan kerja fleksibel, termasuk kemungkinan empat hari kerja dalam seminggu atau kerja jarak jauh.

Langkah-langkah ini bertujuan untuk mempertahankan tingkat fleksibilitas tertentu ketika bisnis bergerak menuju pengaturan kerja berbasis kantor yang lebih tradisional.

Namun, terlepas dari kebijakan-kebijakan ini, kembalinya karyawan ke kantor tidak berjalan mulus untuk semua sektor. Sementara beberapa perusahaan, terutama di industri teknologi, mendorong untuk bekerja di kantor secara penuh waktu, perusahaan lainnya mengadopsi pendekatan hybrid. Model hibrida ini, yang menggabungkan kantor dan kerja jarak jauh, telah mendapatkan daya tarik sebagai kompromi yang menyeimbangkan fleksibilitas karyawan dengan tuntutan perusahaan.

Apa yang Diinginkan Pekerja Singapura?

Meskipun ada pergeseran bertahap kembali ke lingkungan kantor, sebagian besar pekerja Singapura, terutama profesional muda dari Generasi Z dan Milenial, terus menunjukkan preferensi yang kuat untuk bekerja jarak jauh. Sebuah survei pada tahun 2023 oleh Universum menemukan bahwa 73% profesional muda di Singapura lebih menyukai bekerja dari rumah daripada berada di kantor.

Preferensi ini bukanlah tren sementara; sebuah studi terpisah oleh Deloitte mengungkapkan bahwa 69% Gen Z dan 70% Milenial di Singapura akan mempertimbangkan untuk meninggalkan pekerjaan mereka saat ini jika dipaksa untuk bekerja di tempat secara penuh waktu.

Keinginan akan kondisi kerja yang fleksibel ini sangat penting, karena Gen Z diperkirakan akan menjadi seperempat dari tenaga kerja Asia-Pasifik pada tahun 2025. Perusahaan yang menawarkan kerja jarak jauh atau pengaturan fleksibel cenderung memiliki keunggulan kompetitif dalam hal menarik dan mempertahankan talenta.

Rasa Frustrasi karena Bolak-balik

Banyak pekerja yang menggunakan forum online, seperti Reddit, untuk menyuarakan rasa frustasi mereka atas mandat kembali ke kantor. Salah satu pengguna menyesalkan inefisiensi dari perjalanan pulang pergi, yang memakan waktu luang dan memaksa tugas-tugas pribadi dijejalkan ke akhir pekan.

Mereka juga mengkritik lingkungan kantor, menggambarkannya sebagai lingkungan yang berisik dan kurang kondusif untuk bekerja secara fokus dibandingkan dengan lingkungan kantor di rumah. Pengguna lain menyoroti perjalanan pulang pergi yang panjang, yang menambah dua jam sekali jalan untuk hari kerja yang sudah panjang, mengakibatkan sebagian besar hari mereka hilang untuk perjalanan.

Sentimen ini juga digaungkan oleh banyak pekerja lain yang berpendapat bahwa kerja jarak jauh tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Model kerja hibrida, di mana karyawan menghabiskan beberapa hari di kantor untuk kolaborasi tim dan sisanya bekerja dari jarak jauh, dipandang oleh beberapa orang sebagai solusi optimal.

Posisi Unik Singapura dalam Perdebatan Kerja Hibrida Global

Lingkungan kerja di Singapura berbeda dengan tren global, dengan tingkat kepuasan yang lebih rendah untuk model kerja hibrida dibandingkan dengan wilayah lain. Menurut Laporan Ruang Kerja Global Unispace, hanya 78% pekerja Singapura yang menyatakan puas dengan kerja hibrida, dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 87%.

Laporan ini menyoroti ketidaksesuaian antara hari kerja yang diinginkan oleh karyawan dan jumlah hari yang dihabiskan di kantor, serta tantangan yang terkait dengan keterbatasan ruang kerja dan perbedaan generasi.

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap ketidakpuasan adalah erosi keseimbangan kehidupan kerja. Banyak karyawan merasa bahwa kembalinya mereka ke kantor telah mengganggu otonomi yang biasa mereka rasakan selama pandemi, sehingga menimbulkan emosi negatif dan gangguan di tempat kerja. Masalah-masalah ini diperparah dengan tantangan logistik, seperti memesan ruang rapat dan menyesuaikan diri dengan teknologi baru.

Para ahli menyarankan agar menawarkan lebih banyak fleksibilitas, seperti waktu mulai kerja yang lebih panjang dan desain kantor yang lebih baik, dapat membantu meringankan beberapa masalah ini. Melibatkan karyawan dalam pengembangan kebijakan kerja hybrid juga dipandang sebagai langkah penting dalam menangani beragam kebutuhan dari berbagai departemen dan peran dalam perusahaan.

Masa Depan Pekerjaan di Singapura dan Sekitarnya

Ketika perusahaan-perusahaan di seluruh dunia bergulat dengan kompleksitas pengaturan kerja hibrida, masa depan pekerjaan masih belum pasti. Di Singapura, dukungan pemerintah terhadap kebijakan kerja yang fleksibel dan preferensi yang kuat untuk kerja jarak jauh di kalangan karyawan yang lebih muda menunjukkan bahwa model hibrida mungkin merupakan jalan ke depan.

Namun, untuk mencapai keseimbangan antara fleksibilitas dan struktur akan mengharuskan perusahaan untuk memikirkan kembali strategi tempat kerja mereka. Organisasi yang berhasil beradaptasi dengan lanskap pekerjaan yang berubah tidak hanya akan mempertahankan tenaga kerja mereka saat ini, namun juga menarik talenta baru di pasar kerja yang sangat kompetitif.

Perdebatan mengenai kerja jarak jauh masih jauh dari selesai, dan bagaimana perusahaan menyikapi masalah ini di tahun-tahun mendatang akan membentuk masa depan pekerjaan untuk generasi yang akan datang.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Scroll to Top