Di seluruh pedesaan Jepang yang indah, krisis senyap sedang terjadi. Kota-kota yang dulunya merupakan pusat komunitas dan perdagangan yang ramai kini menghadapi prospek mengerikan untuk menghilang sama sekali. Tren yang mengkhawatirkan ini, didorong oleh penurunan populasi yang tak henti-hentinya, terutama di kalangan wanita muda, mengancam tatanan masyarakat Jepang.
Sebuah laporan terbaru dari Population Strategy Conference memberikan gambaran suram tentang masa depan negara sakura tersebut, dengan ratusan kota diproyeksikan akan hilang pada tahun 2050 karena penurunan populasi. Tren yang mengkhawatirkan ini terutama didorong oleh migrasi keluar dari kaum perempuan muda, yang meninggalkan daerah pedesaan untuk mencari peluang di kota-kota besar.
Sistem Klasifikasi untuk Keberlanjutan Kota
Laporan Population Strategy Conference menggunakan sistem klasifikasi untuk menilai keberlanjutan kota berdasarkan proyeksi perubahan populasi perempuan muda pada tahun 2050. Kota dikategorikan sebagai:
- 自立持続可能性自治体 (Jiritsu Jizoku Kanousei Jichi-tai): Kota-kota di mana populasi perempuan muda diproyeksikan menurun kurang dari 20%. Kota-kota ini dianggap berada di jalur yang berkelanjutan.
- 消滅可能性自治体 (Shōmetsu Kanousei Jichi-tai): Kota-kota di mana populasi wanita muda diproyeksikan menurun lebih dari 50%. Kota-kota ini berisiko tinggi menghilang karena penurunan populasi.
- ブラックホール型自治体 (Burakku Hōrugata Jichi-tai): Kota-kota di mana populasi wanita muda diproyeksikan menurun lebih dari 50% dan bergantung pada migrasi masuk untuk pertumbuhan populasi. Kota-kota ini pada dasarnya adalah lubang hitam, menarik penduduk dari daerah lain tetapi gagal mempertahankan penduduk mudanya sendiri.
Laporan tersebut menemukan bahwa 744 kota yang mengejutkan termasuk dalam kategori “消滅可能性自治体 (Shōmetsu Kanousei Jichi-tai)”. Ini mewakili sebagian besar dari total kota di Jepang dan menyoroti sifat luas dari krisis demografi. Sedangkan kategori “自立持続可能性自治体 (Jiritsu Jizoku Kanousei Jichi-tai)” hanya terdiri dari 65 kota, dan “ブラックホール型自治体 (Burakku Hōrugata Jichi-tai)” sebanyak 25 kota saja.
Tokachi, Hokkaido: Pengingat dari Krisis Kota yang Hilang
Laporan dari Population Strategy Conference juga mengidentifikasi enam kota di Tokachi, Hokkaido, yang berisiko menghilang pada tahun 2050. Ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tahun 2014, ketika tiga belas kota di wilayah tersebut menghadapi ancaman yang sama. Namun, penangguhan ini hanya bersifat sementara, dan penyebab utama dari penurunan populasi masih ada.
“Eksodus perempuan muda adalah faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan ini,” kata seorang pejabat lokal yang diwawancarai oleh Kachimai. “Para wanita muda ini mencari kesempatan pendidikan dan karir yang lebih baik di pusat-pusat kota, dan masyarakat pedesaan kami tidak dapat bersaing.”
Kisah ini serupa di seluruh Jepang. Sebuah laporan dari Konferensi Strategi Kependudukan Prefektur Kagoshima memperkirakan bahwa 15 dari 43 kota di prefektur tersebut akan mengalami penurunan jumlah perempuan muda sebesar 50% pada tahun 2050. Tren ini sangat mengkhawatirkan karena wanita muda adalah demografi yang penting untuk pertumbuhan populasi. Mereka cenderung memiliki anak, dan kehadiran mereka sangat penting untuk menopang ekonomi dan komunitas lokal.
Toyoshima Ward: Secerah Harapan dalam Pembaruan Perkotaan
Sebaliknya, Toyoshima Ward di Tokyo menawarkan secercah harapan. Sebelumnya ditetapkan sebagai daerah yang “kemungkinan akan hilang” karena penurunan populasi, lingkungan tersebut telah menunjukkan kemajuan luar biasa dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan tersebut memuji keberhasilan ini pada serangkaian inisiatif tertarget yang berfokus pada penitipan anak dan menarik wanita muda. Dengan memperhatikan kebutuhan dan aspirasi khusus dari demografis ini, Toyoshima Ward berhasil membendung arus migrasi keluar.
“Kami menerapkan sistem dukungan penitipan anak yang komprehensif, bersama dengan program untuk menciptakan lingkungan yang lebih menarik bagi keluarga muda,” jelas seorang juru bicara kantor lingkungan tersebut. “Fokus pada wanita muda ini terbukti menjadi faktor penting dalam upaya revitalisasi kami.”
Prefektur Kagoshima: Prospek yang Suram bagi Banyak Kota
Situasi di Prefektur Kagoshima, yang terletak di ujung selatan Pulau Kyushu, memberikan gambaran yang lebih suram. Sebuah laporan dari Konferensi Strategi Kependudukan prefektur memperkirakan bahwa 15 dari 43 kota di Kagoshima akan mengalami penurunan jumlah wanita muda sebesar 50% pada tahun 2050. Tren yang mengkhawatirkan ini terutama didorong oleh migrasi keluar, dengan para wanita muda yang mencari peluang di luar prefektur.
Laporan tersebut juga menyoroti tidak adanya kota dengan tingkat kelahiran yang tinggi dan tingkat imigrasi yang rendah, yang menunjukkan kurangnya strategi yang komprehensif untuk mengatasi krisis demografi. Desa Ukeno, sebuah komunitas pedesaan yang kecil, menjadi pengecualian, karena berhasil melawan tren dan mempertahankan populasi wanita mudanya.
“Desa Ukeno memiliki rasa kebersamaan yang kuat dan budaya yang hidup,” ujar seorang penduduk setempat. “Kami juga memiliki sejumlah usaha kecil yang memberikan peluang bagi kaum muda. Faktor-faktor ini, saya yakin, berkontribusi pada daya tarik desa ini bagi perempuan muda.”
Pembalikan Keberuntungan: Sekilas Harapan
Ada juga beberapa kisah sukses yang menawarkan secercah harapan. Distrik Toyoshima di Tokyo, yang sebelumnya ditetapkan sebagai daerah yang “kemungkinan besar akan hilang” karena penurunan populasi, telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa.
Distrik tersebut memuji keberhasilannya berkat inisiatif yang berfokus pada pengasuhan anak dan menarik perhatian para wanita muda. Dengan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi keluarga muda, Toyoshima Ward telah mampu membalikkan tren migrasi keluar.
“Kami menerapkan program penitipan anak yang komprehensif yang menawarkan pilihan penitipan anak yang terjangkau dan berkualitas tinggi,” jelas seorang pejabat distrik yang dikutip oleh Tokyo NP. “Hal ini telah memudahkan para wanita muda untuk membesarkan anak sambil mengejar karier mereka.”
Perubahan yang dilakukan oleh Toyoshima Ward menunjukkan bahwa intervensi kebijakan yang efektif dapat membuat perbedaan. Dengan berinvestasi pada program-program yang memenuhi kebutuhan perempuan muda dan keluarga, pemerintah kota dapat menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi pertumbuhan populasi.