Seoul, Korea Selatan – Hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan semakin memburuk, diwarnai oleh saling kirim balon yang membawa sampah dan propaganda. Korea Utara, yang dipimpin oleh Kim Jong Un, telah mengirimkan ratusan balon berisi sampah ke Korea Selatan sebagai balasan atas penyebaran selebaran anti-Kim oleh aktivis Korea Selatan.
Situasi ini memicu reaksi keras dari kedua belah pihak, menambah ketegangan di salah satu perbatasan paling bersenjata di dunia.
Balon Sampah dan Penyebaran Propaganda
Pada hari Minggu, Korea Utara mengirim sekitar 330 balon yang membawa sampah seperti puntung rokok dan kertas bekas melintasi perbatasan, dengan sekitar 80 di antaranya ditemukan di wilayah Korea Selatan. Ini adalah bagian dari kampanye balasan terhadap balon yang dikirim oleh aktivis Korea Selatan yang membawa selebaran anti-Kim, uang dolar, dan konten K-pop.
“Korea Selatan akan menghadapi rasa malu pahit dengan memungut sampah tanpa henti dan itu akan menjadi pekerjaan sehari-hari mereka,” kata Kim Yo Jong, saudara perempuan Kim Jong Un, dalam pernyataan yang disiarkan oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA).
Respon Korea Selatan: Siaran Propaganda dan Perjanjian Militer
Korea Selatan, sebagai tanggapan, telah memutuskan untuk melanjutkan siaran propaganda melalui pengeras suara yang diarahkan ke Korea Utara. Ini adalah pertama kalinya dalam enam tahun bahwa siaran semacam itu dilanjutkan, setelah dihentikan berdasarkan perjanjian pengurangan ketegangan yang ditandatangani pada 2018.
Pengeras suara besar, yang bisa memancarkan suara lebih dari 20 kilometer ke dalam wilayah Korea Utara, akan digunakan untuk menyampaikan berita dunia, informasi tentang masyarakat demokratis dan kapitalis, serta musik K-pop. Korea Selatan menyebut ini sebagai “Suara Kebebasan” dengan tujuan melemahkan semangat tentara dan warga Korea Utara.
“Siaran pengeras suara adalah bentuk perang psikologis yang paling efektif,” kata mantan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, pada tahun 2016. Beberapa pembelot dari Korea Utara mengakui bahwa siaran tersebut mendorong mereka untuk membelot ke Selatan demi kebebasan.
Perjanjian 2018 dan Eskalasi Ketegangan
Pada tahun 2018, dalam suasana hubungan antar-Korea yang membaik, para pemimpin kedua negara sepakat untuk menghentikan semua tindakan permusuhan, termasuk penyebaran selebaran dan siaran pengeras suara. Namun, dengan meningkatnya ketegangan, Korea Selatan telah sepenuhnya menangguhkan perjanjian ini dan kembali melanjutkan siaran propaganda.
Aktivis di Korea Selatan, yang mencakup para pembelot dari Korea Utara, terus mengirim balon-balon yang membawa selebaran anti-Kim dan USB berisi musik K-pop. Korea Utara menganggap ini sebagai perang psikologis dan telah merespons dengan mengirim lebih dari seribu balon yang membawa kantong sampah.
Analisis dan Perspektif
Kim Dong-yub, seorang profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, mengungkapkan bahwa Korea Utara meningkatkan retorika untuk mengalihkan kesalahan atas situasi saat ini kepada Korea Selatan dan untuk membenarkan provokasi mereka. “Kemungkinan besar, siklus eskalasi ini akan berlanjut dan Korea Utara akan melakukan sesuatu yang di luar dugaan kita,” kata Kim.
Pihak berwenang Korea Selatan menyatakan bahwa balon-balon dari Korea Utara tidak mengandung bahan berbahaya, tetapi mengingatkan publik untuk tidak menyentuhnya dan melaporkan segera kepada pihak berwenang.
Sejak dimulainya kembali penyebaran selebaran dan siaran pengeras suara, banyak yang bertanya-tanya tentang efektivitas dari taktik ini. Beberapa pembelot Korea Utara berpendapat bahwa selebaran dan konten media dari Selatan memberikan wawasan berharga bagi warga Korea Utara tentang dunia luar dan kondisi sebenarnya di Korea Utara. Namun, efektivitas jangka panjangnya masih diperdebatkan.
Para aktivis di Korea Selatan percaya bahwa cara terbaik untuk membebaskan warga Korea Utara dari rezim totaliter Kim adalah dengan melemahkan blokade informasi yang diberlakukan oleh pemerintah Korea Utara. Namun, balon-balon yang membawa sampah dari Korea Utara kini menjadi ancaman nyata di ruang udara Korea Selatan yang sibuk dengan lalu lintas udara internasional.
Peran Amerika Serikat dan Eskalasi Militer
Di tengah ketegangan yang meningkat, Amerika Serikat mengirimkan pesawat pembom jarak jauh B-1B ke Semenanjung Korea, melakukan latihan pemboman presisi pertama dengan Korea Selatan dalam tujuh tahun sebagai peringatan terhadap provokasi Korea Utara. Langkah ini menunjukkan dukungan kuat AS terhadap sekutunya di Korea Selatan dan memperingatkan Korea Utara tentang konsekuensi dari tindakan mereka.
Perang propaganda antara kedua Korea sebenarnya bukan hal baru. Selama Perang Dingin, kedua negara sering menggunakan siaran radio dan selebaran untuk mempengaruhi warga masing-masing.
Pada 1990-an, kampanye ini mulai kehilangan relevansinya seiring dengan kemajuan ekonomi dan demokrasi Korea Selatan, sementara Korea Utara terus mengalami kekurangan pangan kronis dan mengandalkan kultus kepribadian serta penyumbatan informasi total untuk mengendalikan warganya.
Dalam kesepakatan pertemuan puncak antar-Korea pada tahun 2000, kedua negara setuju untuk mengakhiri upaya pemerintah yang disponsori untuk mempengaruhi warga satu sama lain. Namun, para pembelot dan aktivis konservatif serta Kristen di Selatan terus melanjutkan perang informasi dengan mengirim balon yang membawa konten seperti mini-Bible, radio transistor, obat-obatan rumah tangga, USB berisi K-pop, dan drama.
Kontroversi Hukum dan Kebebasan Berbicara
Pada tahun 2020, parlemen Korea Selatan mengesahkan undang-undang yang melarang pengiriman selebaran ke Korea Utara, dengan alasan bahwa tindakan tersebut hanya memprovokasi Pyongyang. Namun, undang-undang ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tahun lalu karena dianggap sebagai pembatasan yang tidak wajar terhadap kebebasan berbicara.
Kim Yo Jong, dalam pernyataan bulan lalu, mengatakan, “Jika mereka merasakan betapa tidak menyenangkan perasaan memungut kotoran dan betapa lelahnya, mereka akan tahu bahwa tidak mudah untuk berbicara tentang kebebasan berekspresi.”
Dampak pada Hubungan Antar-Korea
Ketegangan terbaru ini menunjukkan betapa rapuhnya hubungan antara kedua Korea. Meskipun ada periode singkat perbaikan hubungan dan dialog, tindakan provokatif seperti penyebaran selebaran dan siaran pengeras suara menunjukkan bahwa kedua negara masih sangat berjauhan dalam hal diplomasi dan kepercayaan.
Para pengamat berpendapat bahwa tanpa dialog yang konstruktif dan upaya nyata untuk membangun kepercayaan, ketegangan seperti ini kemungkinan akan terus berlanjut. Dengan Korea Utara yang terus mengembangkan kemampuan senjata dan Korea Selatan yang semakin mempererat hubungan dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat, situasi di Semenanjung Korea tetap menjadi salah satu tantangan diplomatik terbesar di dunia.
Ketegangan yang meningkat antara Korea Utara dan Korea Selatan, yang ditandai dengan perang balon sampah dan siaran propaganda, menunjukkan betapa rapuhnya hubungan antar kedua negara. Meskipun ada upaya di masa lalu untuk memperbaiki hubungan, ketidakpercayaan dan provokasi terus menjadi hambatan utama.
Langkah Korea Selatan untuk melanjutkan siaran pengeras suara dan keputusan Korea Utara untuk mengirim balon sampah menandai eskalasi lebih lanjut yang bisa berujung pada tindakan militer yang lebih serius jika tidak dikelola dengan baik. Di tengah situasi ini, peran komunitas internasional, terutama Amerika Serikat, menjadi sangat penting dalam mencegah konflik yang lebih besar dan mencari solusi diplomatik yang langgeng.