Stabilitas Myanmar yang rapuh hancur pada Kamis, 4 April 2024, ketika serangan drone mendadak menargetkan ibu kota negara, Naypyitaw. Serangan berani yang diklaim oleh Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG), kelompok oposisi yang dibentuk untuk melawan kudeta militer Februari 2021, menandai eskalasi signifikan dalam konflik yang sedang berlangsung.
Serangan Drone: NUG Melawan?
Detail mengenai serangan tersebut masih belum jelas, dengan laporan yang saling bertentangan dari kedua belah pihak. NUG mengklaim telah melancarkan operasi drone yang sukses, menargetkan instalasi militer penting di Naypyitaw, termasuk markas besar militer dan pangkalan udara kota. Mereka telah merilis cuplikan yang diklaim menunjukkan serangan drone, meskipun keasliannya tidak dapat diverifikasi secara independen.
Menurut pernyataan NUG, segerombolan pesawat tak berawak menargetkan lokasi-lokasi strategis di dalam ibu kota pada tanggal 4 April 2024. Tujuan utamanya, menurut mereka, adalah markas militer, pusat simbolis kekuasaan junta. Media juga melaporkan bahwa Bandara Internasional Naypyitaw juga menjadi target serangan. NUG memuji serangan tersebut sebagai sebuah keberhasilan, yang menimbulkan kerusakan substansial pada infrastruktur militer.
Namun, junta militer Myanmar meremehkan efektivitas serangan tersebut. Menurut junta, pasukan mereka berhasil mencegat dan menghancurkan atau menangkap sebagian besar drone sebelum mereka dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Kedua belah pihak melaporkan adanya korban, meskipun jumlah pastinya masih belum diketahui.
Christine Wong, seorang analis keamanan Asia Tenggara di University of London, mengomentari pentingnya serangan pesawat tak berawak tersebut, dengan menyatakan: “Ini adalah pengubah permainan. NUG telah meningkatkan taruhannya dengan menunjukkan kapasitas baru untuk melakukan tindakan ofensif. Hal ini tidak diragukan lagi akan memaksa junta untuk menilai kembali postur keamanannya dan berpotensi mengalihkan sumber daya dari serangan yang sedang berlangsung di pedesaan.”
Ketegangan Meningkat: Negara dalam Ketidakpastian
Serangan drone ini menandai titik balik dalam lanskap Myanmar pasca-kudeta. Sejak militer merebut kekuasaan pada Februari 2021, negara ini dilanda kekerasan dan ketidakstabilan. Pemerintah yang dipilih secara demokratis digulingkan, dan para pemimpinnya, termasuk Aung San Suu Kyi, ditahan. Junta militer, yang dipimpin oleh Senior Jenderal Min Aung Hlaing, telah menerapkan tindakan keras brutal terhadap perbedaan pendapat, dengan laporan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas.
NUG, yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan dan kelompok etnis minoritas, telah muncul sebagai kekuatan oposisi utama. Mereka telah membentuk pemerintahan paralel di beberapa daerah yang dibebaskan dan mendapat pengakuan internasional dari semakin banyak negara. Namun, kemampuan NUG untuk secara efektif menantang kontrol junta sejauh ini terbatas.
Serangan drone menandakan kapasitas NUG yang semakin besar untuk menyerang balik junta militer. Ini menunjukkan kemampuan mereka untuk mengerahkan persenjataan canggih dan berpotensi melancarkan serangan jauh ke dalam wilayah yang dikuasai junta. Perkembangan ini kemungkinan akan mendorong gerakan perlawanan dan meningkatkan kekhawatiran tentang konflik bersenjata yang intensif.
“Serangan ini adalah pesan yang jelas kepada junta militer bahwa kami tidak akan mundur,” kata juru bicara Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG). “Kami berkomitmen untuk mengembalikan demokrasi ke Myanmar.”
Tanggapan Komunitas Internasional: Seruan untuk De-eskalasi
Komunitas internasional telah mengutuk kudeta militer dan terus mendesak junta untuk mengembalikan demokrasi. Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan beberapa resolusi yang menyerukan pembebasan tahanan politik dan kembali ke pemerintahan sipil. Namun, upaya ini sebagian besar tidak efektif, dengan junta tidak menunjukkan tanda-tanda akan melepaskan kekuasaan.
Serangan drone baru-baru ini kemungkinan akan menarik perhatian internasional yang baru terhadap krisis di Myanmar. Komunitas internasional mungkin mempertimbangkan untuk memberlakukan sanksi yang lebih keras terhadap junta militer atau meningkatkan dukungan untuk NUG. Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dapat menyebabkan perang saudara yang berkepanjangan dengan konsekuensi yang menghancurkan bagi rakyat Myanmar.
Profesor Min Zaw Oo, seorang pembangkang terkemuka Myanmar yang saat ini mengasingkan diri di Thailand, memberikan pandangannya: “Serangan pesawat tak berawak merupakan pendorong semangat bagi pasukan pro-demokrasi dan peringatan bagi junta bahwa mereka tidak dapat menundukkan kehendak rakyat. Kita dapat memperkirakan bahwa perlawanan akan semakin meningkat dalam beberapa bulan ke depan, dan militer kemungkinan akan merespons dengan kebrutalan yang meningkat.”
Masa Depan yang Tidak Pasti: Apa yang Terjadi pada Myanmar?
Serangan drone di Naypyitaw menandai eskalasi berbahaya dalam konflik Myanmar yang sedang berlangsung. Negara ini tampaknya menuju periode ketidakstabilan yang meningkat, dengan potensi konflik bersenjata yang lebih luas. Komunitas internasional menghadapi tantangan kritis dalam menemukan solusi damai untuk krisis tersebut dan mencegah pertumpahan darah lebih lanjut.