Program makan siang gratis untuk siswa yang dijanjikan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi salah satu isu yang menarik perhatian publik dalam pemilihan presiden 2024. Program ini bertujuan untuk mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia. Namun, program ini juga menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak terkait dampaknya terhadap anggaran negara, kualitas pelayanan, dan efektivitasnya dalam mencapai tujuan.
Biaya Program Makan Siang Gratis
Program ini ditargetkan untuk memberi manfaat kepada sekitar 82,9 juta siswa di seluruh Indonesia, dengan cakupan 100 persen pada tahun 2029. Bantuan gizi juga akan diberikan kepada ibu hamil dan balita di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kesehatan dan membantu perekonomian keluarga.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, anggaran untuk program makan siang gratis ditetapkan sebesar Rp 15.000 ($1) per anak per hari, belum termasuk penyediaan susu. Anggaran ini akan diterapkan secara merata di semua daerah di Indonesia.Â
Namun, ia tidak merinci daerah mana saja yang akan mendapatkan program makan siang dan susu gratis untuk anak-anak. Hartarto menyatakan bahwa rincian program makan siang dan susu gratis akan dibahas dalam pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Kebijakan Fiskal Dasar (KEM-PPKF) 2025 pada rapat kabinet kemarin.
Rencana anggaran program makan siang gratis ini mendapat tanggapan dari Bank Dunia, yang menyarankan agar presiden terpilih berhati-hati dalam menjalankan program ini agar tidak membebani kinerja fiskal. “Kami berharap Indonesia dapat mematuhi batas atas defisit fiskal yang ditetapkan, yaitu 3 persen dari PDB seperti yang diatur dalam undang-undang, dan juga menjaga stabilitas makroekonomi dan fiskal,” kata Satu Kahkonen, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, di Kantor Kementerian Perekonomian di Jakarta pada Selasa.Â
Kualitas Pelayanan Program Makan Siang Gratis
Selain biaya, program makan siang gratis juga menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada siswa. Menurut Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden pendamping Prabowo, program ini akan dijalankan oleh kementerian baru yang akan dibentuk khusus untuk mengurus program ini.Â
Ia mengatakan bahwa kementerian baru ini akan bekerja sama dengan kementerian lain, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, untuk mengawasi dan mengevaluasi program ini. Ia juga menambahkan bahwa program ini akan melibatkan pihak swasta, seperti katering, restoran, dan hotel, untuk menyediakan makanan yang sehat dan bergizi bagi siswa.
Namun, tidak semua pihak yakin dengan rencana Gibran ini. Menurut analis politik Arya Fernandes, program makan siang gratis membutuhkan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara berbagai kementerian dan lembaga terkait. Ia mengatakan bahwa program ini berpotensi menimbulkan masalah seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan ketidaksesuaian antara kebutuhan dan alokasi.Â
Ia juga mengkritik pembentukan kementerian baru sebagai langkah yang tidak efisien dan tidak efektif, karena akan menambah beban birokrasi dan anggaran. Ia menyarankan agar program ini lebih baik dikelola oleh kementerian yang sudah ada, seperti Kementerian Sosial atau Kementerian Desa.
Efektivitas Program Makan Siang Gratis
Program makan siang gratis juga mendapat sorotan dari sisi efektivitasnya dalam mencapai tujuan utamanya, yaitu mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-anak Indonesia. Menurut Prabowo dan Gibran, program ini akan memberikan dampak positif bagi perkembangan fisik dan mental anak-anak, serta membantu mengurangi beban ekonomi keluarga. Mereka juga mengklaim bahwa program ini akan meningkatkan prestasi belajar siswa, karena mereka akan lebih fokus dan bersemangat dalam belajar jika perut mereka kenyang.
Namun, beberapa ahli menilai bahwa program makan siang gratis tidak cukup untuk menyelesaikan masalah stunting dan kesehatan anak-anak Indonesia. Menurut Rizal Sukma, peneliti senior di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), program makan siang gratis hanya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stunting, selain faktor lain seperti sanitasi, air bersih, dan pola asuh.Â
Ia mengatakan bahwa program makan siang gratis harus disertai dengan program lain yang lebih komprehensif dan terintegrasi untuk menangani masalah stunting secara menyeluruh. Ia juga mengingatkan bahwa program makan siang gratis tidak boleh mengorbankan program lain yang juga penting bagi pendidikan dan kesehatan anak-anak, seperti bantuan operasional sekolah, bantuan siswa miskin, dan program imunisasi.
Selain itu, beberapa ahli juga meragukan bahwa program makan siang gratis akan berdampak signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Menurut Daniel Suryadarma, peneliti senior di SMERU Research Institute, program makan siang gratis tidak memiliki bukti empiris yang kuat bahwa program ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Ia mengatakan bahwa faktor-faktor lain, seperti kualitas guru, kurikulum, dan sarana prasarana, lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa daripada program makan siang gratis.Â