Hamas, kelompok militan yang menguasai Gaza, telah mengusulkan rencana gencatan senjata tiga tahap selama 135 hari dengan Israel, yang bertujuan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Namun, apakah rencana ini dapat diterima oleh Israel dan masyarakat internasional, dan apakah rencana ini dapat membawa perdamaian dan stabilitas di kawasan yang dilanda konflik?
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Israel dan Palestina telah berlangsung sejak tahun 1948, ketika Israel didirikan sebagai negara Yahudi di tanah yang juga dihuni oleh orang-orang Arab Palestina. Sejak itu, kedua belah pihak telah terlibat dalam perang, pemberontakan, dan serangan-serangan sporadis, yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan, dan penderitaan di kedua sisi.
Salah satu titik api konflik adalah Gaza, sebuah wilayah kecil di tepi Laut Mediterania, yang dikuasai oleh Hamas sejak tahun 2007, setelah mengalahkan Fatah, faksi Palestina yang lebih moderat dan mengakui Israel. Hamas adalah kelompok Islamis yang tidak mengakui hak Israel untuk eksis, dan berkomitmen untuk membebaskan seluruh Palestina, termasuk wilayah yang saat ini menjadi bagian dari Israel.
Israel, yang menganggap Hamas sebagai organisasi teroris, telah memberlakukan blokade darat, laut, dan udara terhadap Gaza, yang membatasi pergerakan, perdagangan, dan akses ke layanan dasar bagi sekitar dua juta penduduk Gaza. Israel juga telah melancarkan serangan militer berkala terhadap Gaza, sebagai tanggapan atas roket-roket yang ditembakkan oleh Hamas dan kelompok-kelompok militan lainnya ke wilayah Israel.
Konflik terakhir terjadi pada bulan Mei 2023, ketika Israel dan Hamas saling menyerang selama 11 hari, yang menewaskan lebih dari 250 orang di Gaza dan 13 orang di Israel, serta menghancurkan ribuan rumah, gedung, dan infrastruktur di Gaza. Gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir dan PBB berlaku sejak 21 Mei, tetapi situasinya tetap rapuh dan tidak pasti.
Isi Rencana Gencatan Senjata Hamas
Menurut laporan media, Hamas telah mengusulkan rencana gencatan senjata tiga tahap selama 135 hari dengan Israel, yang disampaikan melalui perantara Mesir. Rencana ini mencakup poin-poin berikut :
- Tahap pertama (hari ke-1 sampai ke-15): Israel harus menghentikan semua serangan udara, artileri, dan sniper terhadap Gaza, serta mengizinkan bantuan kemanusiaan, bahan bakar, dan material bangunan masuk ke Gaza. Hamas juga harus menghentikan semua serangan roket dan balon api terhadap Israel, serta mengizinkan proyek-proyek pembangunan yang didanai oleh Qatar dilanjutkan di Gaza.
- Tahap kedua (hari ke-16 sampai ke-45): Israel harus membuka semua perlintasan perbatasan dengan Gaza, serta memperluas zona penangkapan ikan di lepas pantai Gaza dari 6 mil laut menjadi 12 mil laut. Hamas juga harus menghormati gencatan senjata secara penuh, serta mengizinkan perwakilan PBB dan negara-negara donor lainnya masuk ke Gaza untuk mengawasi rekonstruksi dan rehabilitasi.
- Tahap ketiga (hari ke-46 sampai ke-135): Israel harus mengakhiri blokade terhadap Gaza secara permanen, serta membebaskan sejumlah tahanan Palestina, termasuk mereka yang ditangkap selama konflik terakhir. Hamas juga harus mengembalikan mayat dua tentara Israel dan dua warga sipil Israel yang ditahan sejak perang 2014, serta menghentikan semua aktivitas militer dan keamanan di perbatasan dengan Israel.
Rencana ini juga menyatakan bahwa jika salah satu pihak melanggar ketentuan gencatan senjata, maka pihak lain berhak untuk membalas dengan cara yang sama. Rencana ini juga menekankan bahwa gencatan senjata ini bukanlah pengakuan atas legitimasi Israel, melainkan langkah pragmatis untuk mengurangi penderitaan rakyat Gaza dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perjuangan Palestina.
Tanggapan Israel dan Masyarakat Internasional
Israel belum memberikan tanggapan resmi terhadap rencana gencatan senjata Hamas, tetapi menurut laporan media, Israel menolak beberapa poin dalam rencana tersebut, terutama yang berkaitan dengan pengakhiran blokade dan pembebasan tahanan. Israel juga menuntut agar Hamas menghentikan semua upaya untuk memperkuat kemampuan militernya, termasuk menggali terowongan, memproduksi roket, dan mendapatkan senjata dari Iran.
Masyarakat internasional, termasuk PBB, AS, UE, dan negara-negara Arab, telah mendesak Israel dan Hamas untuk mencapai gencatan senjata yang langgeng dan komprehensif, serta untuk melanjutkan dialog politik yang dapat mengatasi akar masalah konflik. Mereka juga telah berjanji untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan pembangunan untuk Gaza, serta mendukung upaya rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah, yang telah terpecah sejak tahun 2007.
Analisis dan Prospek
Rencana gencatan senjata Hamas untuk Gaza merupakan inisiatif yang menarik dan berani, yang mencerminkan kesadaran Hamas akan keterpurukan situasi di Gaza dan kebutuhan untuk mencari jalan keluar yang realistis. Rencana ini juga menunjukkan keterbukaan Hamas untuk berkoordinasi dengan Mesir, Qatar, dan PBB, yang dapat menjadi mitra penting dalam proses perdamaian.
Namun, rencana ini juga menghadapi banyak tantangan dan hambatan, baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam, Hamas harus menghadapi skeptisisme dan penolakan dari sebagian anggota dan pendukungnya, yang menganggap rencana ini sebagai pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip dan tujuan Hamas. Hamas juga harus menjaga kohesivitas dan disiplin internalnya, serta mengendalikan kelompok-kelompok militan lainnya di Gaza, yang mungkin tidak sepenuhnya tunduk pada keputusan Hamas.
Dari luar, Hamas harus menghadapi penolakan dan tekanan dari Israel, yang tidak bersedia untuk memberikan kelonggaran yang signifikan kepada Hamas, tanpa mendapatkan jaminan keamanan yang kuat dari Hamas. Israel juga harus menghadapi tekanan politik dan publik dari dalam negerinya, yang menuntut agar Israel tidak mengalah kepada Hamas, dan bahkan melanjutkan operasi militer untuk menghancurkan Hamas.
Selain itu, Hamas juga harus menghadapi persaingan dan permusuhan dari Fatah, yang mengklaim sebagai wakil sah rakyat Palestina, dan yang mungkin merasa terancam oleh rencana Hamas.
Oleh karena itu, rencana gencatan senjata Hamas untuk Gaza memiliki peluang yang sangat tipis untuk berhasil, kecuali jika ada perubahan dramatis dalam sikap dan posisi dari semua pihak yang terlibat. Namun, rencana ini tetap penting sebagai langkah awal untuk membuka ruang dialog dan negosiasi, yang dapat membawa harapan dan peluang bagi perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.