Dalam sebuah langkah penting untuk memperkuat hubungan bilateral dan kerja sama ekonomi, Menteri Perindustrian Indonesia Agus Gumiwang Kartasasmita mengadakan diskusi dengan China terkait pengembangan kendaraan listrik (EV) dan sektor petrokimia.
Diskusi ini berlangsung selama kunjungan kerja ke Beijing pada tanggal 12-13 Juni 2024, di mana beliau bertemu dengan Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi China, Jin Zhuanglong. Pertemuan tersebut menggarisbawahi potensi manfaat bagi kedua negara, yang bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang bersama di sektor-sektor penting ini.
Industri Kendaraan Listrik
Menteri Kartasasmita menyoroti bahwa industri kendaraan listrik di Indonesia memiliki peluang yang sangat besar. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah Indonesia sejak tahun 2019, yang menekankan pada pengembangan teknologi canggih, ramah lingkungan, dan rendah emisi, dengan kendaraan listrik baterai (BEV) sebagai fokus utama.
Dari enam industri BEV yang saat ini beroperasi di Indonesia, empat di antaranya berasal dari China, yang menunjukkan kepercayaan industri China terhadap pasar Indonesia dan semakin memperkuat hubungan ekonomi kedua negara.
Indonesia memiliki posisi strategis sebagai pusat produksi dan ekspor kendaraan listrik, khususnya kendaraan setir kanan yang cocok untuk 54 negara. Kementerian mendorong industri kendaraan listrik China untuk meningkatkan kontribusi mereka terhadap nilai ekspor melalui BEV dan mengundang mereka untuk menggunakan sel baterai Nickel Mangan Cobalt (NMC) dalam proses produksinya.
Kartasasmita mencontohkan perusahaan-perusahaan China seperti Neta, Wuling, Chery, dan Sokon telah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi kendaraan ramah lingkungan. Neta, melalui PT Neta Auto Manufacturing Indonesia, berencana untuk meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi 60 persen pada tahun 2025, dengan target penjualan tahunan sebesar 10.000 unit.
Demikian pula, SAIC GM Wuling Automobile Company berniat untuk meningkatkan ekspor mobil listrik buatan Indonesia, memposisikan Indonesia sebagai pusat produksi mobil listrik di ASEAN dan pasar global.
Chery Automobile sedang menjajaki produksi kendaraan listrik hibrida plug-in (PHEV) di Indonesia, sebagai tanggapan atas penghematan bahan bakar yang lebih besar dari PHEV dibandingkan dengan kendaraan listrik hibrida (HEV). Perusahaan telah berkomitmen untuk memproduksi 100.000 unit mobil listrik pada tahun 2030.
Selain itu, Sokon, melalui Sokonindo, diharapkan dapat mendukung ekosistem kendaraan listrik di Indonesia dengan memperkenalkan model-model baru dan meningkatkan kapasitas produksinya hingga 50.000 unit.
Raksasa mobil listrik asal China, GAC Aion dan BYD, juga telah berkomitmen untuk membangun pabrik di Indonesia. GAC Aion merencanakan kapasitas produksi awal sebesar 100.000 unit per tahun, sementara BYD menginvestasikan 1,3 miliar dolar AS untuk membangun pabrik dengan target kapasitas tahunan sebesar 150.000 unit.
Sektor Petrokimia
Selain mobil listrik, Menteri Kartasasmita menekankan potensi investasi baru dan menguntungkan di industri petrokimia Indonesia. Meskipun kapasitas nasional melebihi 14 juta ton per tahun, kapasitas tersebut masih belum cukup untuk memenuhi permintaan domestik. Oleh karena itu, kementerian mengundang para investor yang berpengalaman di sektor petrokimia untuk mengembangkan bisnis mereka di Indonesia.
Kehebatan China dalam industri petrokimia, terutama kemampuannya untuk mengoptimalkan berbagai sumber daya minyak, gas, dan batu bara menjadi produk kimia bernilai tinggi, menempatkannya sebagai mitra utama bagi Indonesia. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas petrokimia Indonesia dan memenuhi permintaan yang terus meningkat di dalam negeri.
Tren dan Prospek Investasi yang Lebih Luas
Investasi Tiongkok di Indonesia mencakup berbagai sektor, termasuk manufaktur, infrastruktur transportasi, energi terbarukan, dan kendaraan listrik. Strategi investasi yang luas ini telah memperkuat hubungan bilateral, dengan implikasi yang signifikan bagi lanskap ekonomi kedua negara.
Pada tahun 2023, Asia Tenggara menerima sekitar 50 persen dari investasi regional Tiongkok, dengan Indonesia muncul sebagai penerima utama, menarik sekitar US$7,3 miliar.
Pertemuan bilateral antara Presiden Indonesia Joko Widodo dan Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang pada bulan September 2023 menghasilkan komitmen investasi baru sebesar US$21,7 miliar dari Tiongkok, yang mencakup sektor-sektor seperti e-commerce, industri, pertanian, perikanan, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan inovasi. Hal ini merupakan kelanjutan dari komitmen sebelumnya sebesar US$44,89 miliar yang dibuat pada bulan Juli 2023.
Pengembangan Manufaktur dan Infrastruktur
Sektor manufaktur telah menjadi penerima utama investasi Tiongkok, yang secara signifikan mendukung dominasi Indonesia di pasar nikel. Proyek-proyek seperti Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah, yang sangat didukung oleh investasi Tiongkok, menunjukkan tren ini.
Selain itu, investor Tiongkok dengan cepat memasuki pasar kendaraan listrik di Indonesia, dengan perusahaan-perusahaan seperti Yadea dan BYD yang membangun fasilitas manufaktur, berkontribusi terhadap kapasitas industri dan pengembangan infrastruktur di sektor hilir.
Investasi China dalam infrastruktur transportasi Indonesia ditandai dengan pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung, yang didanai oleh China dengan nilai investasi sebesar US$7,3 miliar. Proyek ini, yang beroperasi sejak Oktober 2023, telah mengurangi waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung dari lebih dari tiga jam menjadi sekitar 40 menit, yang menggambarkan kolaborasi yang kuat di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalan.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Terlepas dari antusiasme para investor Tiongkok, menavigasi lingkungan peraturan Indonesia yang kompleks tetap menjadi tantangan yang signifikan. Komunikasi yang efektif dan saluran informasi yang komprehensif sangat penting untuk memperdalam kemitraan antara perusahaan-perusahaan dari kedua negara.
Energi, pertambangan, jasa keuangan, otomotif, perawatan kesehatan, dan ekonomi hijau adalah sektor-sektor yang sangat menarik bagi investor Tiongkok. Pemerintah Indonesia menawarkan berbagai insentif, termasuk potongan pajak penghasilan dan dukungan komprehensif selama proses investasi, untuk memfasilitasi investasi ini.
Ke depannya, Indonesia secara aktif mempromosikan 81 proyek di berbagai sektor untuk menarik investor Tiongkok, dengan total kebutuhan investasi sekitar Rp239 triliun (US$14,7 miliar). Proyek-proyek ini mencakup kawasan ekonomi, real estat, pariwisata, agroindustri, energi terbarukan, industri, infrastruktur, dan kawasan industri.
Kolaborasi antara Indonesia dan Cina siap untuk diperdalam lebih lanjut, mendorong pembangunan berkelanjutan dan integrasi ekonomi. Dengan upaya berkelanjutan untuk memfasilitasi investasi dan menjajaki peluang-peluang baru, kedua negara akan mendapatkan manfaat yang signifikan dari kemitraan yang semakin kuat ini.