Presiden Iran, Ebrahim Raisi, bersama tujuh penumpang lainnya, tewas dalam kecelakaan helikopter pada Minggu pagi di dekat perbatasan dengan Azerbaijan. Kematian ini telah dikonfirmasi oleh otoritas Iran, mengguncang negeri yang sedang menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal.
Pada Minggu pagi, Presiden Raisi terbang ke provinsi Azerbaijan Timur di barat laut Iran untuk menghadiri peresmian proyek bendungan Qiz Qalasi dan Khoda Afarin. Proyek ini merupakan inisiatif bersama dengan negara tetangga, Azerbaijan, yang terletak di Sungai Aras.
Raisi dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, dalam acara tersebut. Setelah acara peresmian, Aliyev mengatakan bahwa ia telah mengucapkan salam perpisahan yang bersahabat sebelum helikopter tersebut berangkat menuju kota Tabriz, yang berjarak sekitar 130 km (80 mil) ke selatan, di mana Raisi dijadwalkan meresmikan proyek di kilang minyak Tabriz.
Penumpang dan Temuan di Lokasi Kecelakaan
Helikopter tersebut membawa Presiden Raisi, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian, Gubernur provinsi Azerbaijan Timur, seorang ulama senior dari Tabriz, seorang pejabat dari Korps Garda Revolusi, dan tiga awak helikopter.
Kepala Bulan Sabit Merah Iran, Pirhossein Kolivand, melaporkan bahwa tim penyelamat menemukan bangkai helikopter pada ketinggian sekitar 2.200 meter (7.200 kaki) pada pukul 05:00 (01:30 GMT), sekitar satu jam setelah mendeteksinya dari jarak 2 km (1,2 mil). Setibanya di lokasi kecelakaan, mereka menemukan tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Rekaman televisi negara menunjukkan ekor helikopter biru-putih tergeletak di lereng gunung dengan semak-semak yang terbakar di sekitarnya. Jenazah para korban kemudian dipindahkan ke pemakaman di Tabriz.
Kepala Badan Manajemen Krisis Iran, Mohammad Nami, menyatakan bahwa semua jenazah dapat diidentifikasi tanpa perlu pemeriksaan DNA. Nami juga mengungkapkan bahwa Ayatollah Al-e Hashem masih hidup selama satu jam setelah kecelakaan dan berhasil menghubungi kepala kantor presiden sebelum akhirnya meninggal.
Penyebab Kecelakaan Masih Misterius
Hingga kini, otoritas Iran belum memberikan penyebab resmi kecelakaan tersebut. Namun, beberapa menteri pemerintah menyebutkan bahwa helikopter mengalami kesulitan dalam cuaca berkabut tebal dan hujan lebat. Helikopter tersebut adalah model Bell 212 yang dikembangkan oleh perusahaan AS untuk militer Kanada pada 1960-an.
Menurut direktori FlightGlobal 2024 World Air Forces, angkatan laut dan angkatan udara Iran memiliki total 10 helikopter Bell 212, meskipun tidak jelas berapa banyak yang dioperasikan oleh pemerintah Iran saat ini. Helikopter yang membawa Presiden Raisi tersebut dapat mengangkut enam penumpang dan dua awak.
Reaksi Internal dari Iran
Kecelakaan tragis ini mengundang reaksi beragam dari berbagai pihak di Iran. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyampaikan belasungkawa atas tragedi ini dan menetapkan lima hari berkabung nasional. “Dengan kesedihan dan penyesalan mendalam, saya menerima kabar pahit tentang syahidnya presiden rakyat, Sayyed Ebrahim Raisi, dan rombongan terhormatnya,” kata Khamenei.
Pernyataan yang dikeluarkan oleh kabinet Iran menyebutkan bahwa presiden telah “mengorbankan dirinya dalam melayani bangsanya.” Para menteri juga berjanji kepada rakyat Iran bahwa mereka akan melanjutkan jalan Raisi dan bahwa “tidak akan ada masalah dalam manajemen negara.”
Namun, di kalangan masyarakat umum, reaksi beragam muncul. Aktivis-aktivis di Iran menyatakan bahwa tidak ada suasana berkabung yang signifikan atas kematian Raisi, yang dikenal sebagai tokoh kontroversial karena tindakan kerasnya terhadap protes yang terjadi setelah kematian Mahsa Amini pada 2022. Selama protes tersebut, lebih dari 19.000 orang ditahan dan setidaknya 500 orang tewas, termasuk 60 anak-anak.
Sebuah video yang beredar di Telegram menunjukkan kembang api perayaan, salah satunya dari kampung halaman Amini di Saqqez. Beberapa warga Iran bahkan merayakan kematian Raisi, menganggapnya sebagai keadilan bagi mereka yang tewas di bawah pemerintahannya.
Seorang anggota keluarga dari seorang remaja yang tewas oleh pasukan keamanan selama protes Mahsa Amini mengatakan, “Ruh Raisi tidak akan pernah tenang karena dia membunuh saudara saya dan anak-anak tanah air saya. Dia adalah pembunuh yang memerintahkan pembunuhan begitu banyak anak-anak. Ruh saudara saya akan tenang hanya ketika orang-orang seperti dia dibawa ke pengadilan. Sampai saat itu, kami percaya pada Tuhan.”
Reaksi Masyarakat Iran yang Terpecah
Namun, di dalam Iran, reaksi masyarakat bercampur. Seorang wartawan yang berbasis di Teheran mengatakan, “Banyak agen militer telah ditempatkan di jalan-jalan dan bahkan di alun-alun kecil sejak tadi malam. Polisi berulang kali memperingatkan bahwa orang-orang yang bahagia atas kematian presiden akan dituntut.
Orang-orang menyalakan kembang api, mendengarkan dan menari dengan musik, dan mereka yang berada di lalu lintas terus membunyikan klakson untuk mendukung mereka yang merayakan.”
Aktivis politik Taghi Rahmani, suami dari pemenang Nobel yang dipenjara Narges Mohammadi, mengatakan, “Kematian Raisi sendiri tidak akan secara struktural mengubah kepemimpinan negara yang dijamin oleh pemimpin tertinggi Khamenei. Di sisi lain, kita harus sekarang mengamati pertempuran politik yang akan datang dan keseimbangan kekuatan internal dalam rezim, karena konstitusi Iran menetapkan bahwa pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 50 hari.”
Seorang pengunjuk rasa lainnya, berusia 30 tahun dari Teheran, mengatakan, “Hidup di Iran telah mengajarkan kita bahwa kadang-kadang mungkin untuk bahagia atas kematian orang-orang. Ini menyakitkan, tetapi saya bahagia. Kami kehilangan tanah air kami dan semoga, kami akan mendapatkannya kembali.”
Reaksi Internasional terhadap Kecelakaan Ini
Presiden Indonesia, Joko Widodo, menyampaikan belasungkawa melalui akun resmi X-nya. “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, belasungkawa yang mendalam atas kematian Presiden Iran, Yang Mulia Sayyed Ebrahim Raisi dan delegasi yang menyertainya dalam kecelakaan di Iran,” kata Presiden Widodo. Dia juga mendoakan keluarga yang ditinggalkan dan rakyat Iran. “Saya berdoa dengan tulus untuk keluarga yang ditinggalkan dan rakyat Iran,” tambahnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan belasungkawa melalui pernyataan yang dirilis oleh Kremlin, menyebut Raisi sebagai “teman sejati Rusia.” Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Suriah Bashar Assad juga menyampaikan belasungkawa mereka.
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, menyatakan keterkejutan dan duka mendalam atas tragedi ini. Raisi, 63, kembali dari perbatasan Iran dengan Azerbaijan, di mana dia meresmikan bendungan bersama Aliyev ketika kecelakaan terjadi.
Dampak Politik di Iran
Kematian Raisi menambah ketidakstabilan di Iran yang sudah menghadapi tekanan besar baik dari dalam maupun luar negeri. Iran masih dalam ketegangan dengan negara-negara Barat terkait program nuklirnya dan sanksi ekonomi yang menghancurkan.
Kematian Raisi juga meningkatkan spekulasi mengenai siapa yang akan menjadi pemimpin tertinggi selanjutnya setelah Khamenei, yang sudah berusia 85 tahun.
Raisi telah dibahas sebagai salah satu calon yang mungkin untuk posisi tersebut. Satu-satunya orang lain yang sejauh ini telah diidentifikasi adalah putra Khamenei, Mojtaba, seorang ulama menengah dengan pengalaman tempur di Garda Revolusi. Raisi, yang sedang menjalani masa jabatan empat tahun pertamanya sebagai presiden, sedang mempersiapkan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kembali pada tahun 2025.
Penunjukan Presiden Sementara
Sesuai dengan Konstitusi Iran, Wakil Presiden Mohammad Mokhber ditunjuk sebagai presiden sementara. Mokhber akan bekerja sama dengan kepala parlemen dan kehakiman untuk mengawasi pemilihan presiden baru dalam waktu maksimal 50 hari. Wakil Menteri Luar Negeri dan negosiator nuklir veteran, Ali Baqeri Kani, juga ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri sementara.
Kesimpulannya, kecelakaan helikopter yang menewaskan Presiden Ebrahim Raisi dan tujuh penumpang lainnya adalah tragedi besar bagi Iran. Kematian ini menambah beban negara yang sudah mengalami banyak masalah, mulai dari protes dalam negeri hingga ketegangan dengan negara-negara lain. Masa depan politik Iran kini berada dalam ketidakpastian, dengan proses pemilihan presiden baru yang harus segera dilakukan sesuai dengan konstitusi negara tersebut.