Afrika Selatan menandai tonggak sejarah pada 27 April 2024, merayakan 30 tahun sejak dibongkarnya apartheid dan dimulainya era demokrasi. Hari ini, yang terpatri di hati banyak orang Afrika Selatan, melambangkan ketahanan bangsa dan perjuangan tak kenal lelah untuk kesetaraan.
Namun, tiga dekade kemudian, Afrika Selatan bergulat dengan kompleksitas masa lalunya, mengakui kemajuan signifikan yang telah dibuat dan tantangan yang terus menghambat terwujudnya sepenuhnya impian “Bangsa Pelangi”.
Warisan Bayang Panjang Apartheid
Bekas luka apartheid masih tertanam dalam di tatanan sosial Afrika Selatan. Pencabutan hak sistematis terhadap mayoritas kulit hitam menciptakan jurang pemisah ras dan ekonomi yang mencolok. Sebuah studi tahun 2023 oleh Bank Dunia menemukan bahwa koefisien Gini, ukuran ketimpangan pendapatan, tetap menjadi salah satu yang tertinggi secara global di Afrika Selatan.
Warga kulit hitam Afrika Selatan terus menghadapi tingkat kemiskinan dan pengangguran yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rekan kulit putih mereka. Presiden Cyril Ramaphosa mengakui disparitas ini dalam pidato Hari Kebebasan, dengan menyatakan, “Warisan apartheid terus membayangi, dan dampaknya masih terasa dalam ekonomi dan masyarakat kita.”
Penghapusan apartheid pada tahun 1994 merupakan peristiwa penting, sebuah kemenangan bagi hak asasi manusia dan mercusuar harapan bagi bangsa yang terpecah belah oleh segregasi rasial. Naiknya Nelson Mandela sebagai presiden menandai titik balik simbolis, sebuah bukti kekuatan pengampunan dan rekonsiliasi.
“Akhirnya bebas,” kata Al Jazeera, mengutip kata-kata ikonik Martin Luther King Jr. Artikel tersebut menyoroti euforia pemilihan demokratis pertama tersebut, perasaan bahwa sebuah bangsa akhirnya muncul dari kegelapan.
Tantangan Sosial Ekonomi dan Meningkatnya Ketimpangan
Era pasca-apartheid telah menyaksikan kemajuan yang tak terbantahkan. Kelas menengah Afrika Selatan telah tumbuh secara signifikan, dengan jutaan orang terangkat dari kemiskinan. Namun, laju transformasi ekonomi tidak merata.
Laporan tahun 2024 oleh Statistics South Africa mengungkapkan bahwa tingkat pengangguran mencapai angka yang mencengangkan yaitu 33%, yang secara tidak proporsional mempengaruhi pemuda kulit hitam.
Kecemasan ekonomi ini telah memicu kerusuhan sosial dan protes, terutama di antara komunitas terpinggirkan. The Economic Freedom Fighters (EFF), sebuah partai politik sayap kiri, telah memanfaatkan ketidakpuasan ini, mendapatkan dukungan signifikan dengan pesan redistribusi ekonomi radikal.
Sebuah laporan dari CNN International menunjukkan kesenjangan ekonomi yang mencolok yang terus melanda Afrika Selatan. “Meskipun memiliki ekonomi terbesar kedua di Afrika,” kata laporan itu, “negara ini tetap menjadi salah satu yang paling timpang di dunia.”
Kesenjangan kekayaan rasial tetap menjadi perhatian utama. Sebuah studi tahun 2021 oleh World Inequality Lab menemukan bahwa 10% orang terkaya di Afrika Selatan menguasai lebih dari 80% kekayaan negara. Ketidaksetaraan ekonomi ini diterjemahkan ke dalam masyarakat yang sangat tidak setara, dengan peluang terbatas bagi banyak warga kulit hitam Afrika Selatan.
Landskap Politik: Demokrasi Multi-Partai
Afrika Selatan memiliki demokrasi multi-partai yang dinamis, sangat kontras dengan rezim penindasan di masa lalu. African National Congress (ANC), yang mempelopori perjuangan melawan apartheid, telah mendominasi lanskap politik selama beberapa dekade.
Namun, beberapa tahun terakhir telah terjadi penurunan popularitas ANC, dengan meningkatnya kekecewaan publik atas skandal korupsi dan persepsi lambatnya kemajuan dalam masalah sosial ekonomi. Perayaan Hari Kebebasan 2024 ditandai dengan protes yang diselenggarakan oleh partai oposisi seperti ActionSA dan Democratic Alliance (DA), yang menyoroti ketidakpuasan mereka terhadap kinerja pemerintah saat ini.
Perayaan Hari Kemerdekaan 2024 ditandai dengan munculnya suara-suara baru yang mengungkapkan ketidakpuasan terhadap laju kemajuan. Outlet berita EWN melaporkan protes yang diselenggarakan oleh gerakan Black One South Africa (BOSA) dan partai ActionSA. Kelompok-kelompok ini berpendapat bahwa kebebasan sejati bagi warga kulit hitam Afrika Selatan masih sulit dipahami.
Secerah Harapan: Rekonsiliasi dan Kohesi Sosial
Meskipun menghadapi tantangan, kisah Afrika Selatan bukanlah kisah keputusasaan. Bangsa ini telah membuat langkah signifikan dalam mendorong rekonsiliasi antar ras. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) memainkan peran penting dalam menghadapi kebrutalan masa lalu dan mempromosikan penyembuhan.
Afrika Selatan juga memiliki masyarakat sipil yang dinamis, dengan banyak LSM yang bekerja tanpa lelah untuk mengatasi ketidaksetaraan sosial dan memberdayakan komunitas terpinggirkan. “Ada harapan dan ketahanan yang mendalam dalam masyarakat Afrika Selatan,” kata Uskup Agung Desmond Tutu, peraih Nobel Perdamaian dan tokoh terkemuka dalam gerakan anti-apartheid, dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Menatap ke Depan: Menyetir Kursus Menuju Masa Depan yang Lebih Cerah
Saat Afrika Selatan merenungkan 30 tahun terakhirnya, pertanyaan yang mengemuka adalah: Apa yang akan terjadi di masa depan? Para ahli menunjukkan perlunya kebijakan ekonomi yang kuat yang mendorong pertumbuhan inklusif dan penciptaan lapangan kerja.
Investasi dalam pendidikan dan pengembangan keterampilan sangat penting untuk membekali kaum muda dengan alat yang mereka butuhkan untuk berkembang dalam ekonomi abad ke-21.
Membasmi korupsi dan memperkuat institusi akan menjadi penting dalam memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Perjalanan Afrika Selatan sejak 1994 adalah bukti kekuatan ketahanan manusia dan pengejaran kebebasan yang tak kunjung padam. Jalan ke depan pasti akan dipenuhi tantangan, tetapi semangat persatuan dan harapan tak tergoyahkan untuk masa depan yang lebih adil terus menjadi pendorong bagi bangsa yang luar biasa ini.
Suara-suara perbedaan pendapat yang muncul pada Hari Kebebasan 2024 juga berfungsi sebagai pengingat kuat akan tantangan yang ada di depan. Babak berikutnya dalam kisah Afrika Selatan akan dibentuk oleh kemampuannya untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua warganya.