Ethiopia: Amnesty Int. Menyerukan Penyelidikan Setelah Sedikitnya 60 Warga Sipil Tewas

Ethiopia: Amnesty Menyerukan Penyelidikan Setelah Sedikitnya 60 Warga Sipil Tewas dalam Dugaan Kejahatan Perang

Amnesty International menyerukan penyelidikan mendesak terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia (ENDF) di kota Merawi, yang terletak di wilayah Amhara. Insiden yang dilaporkan terjadi pada 29 Januari 2024 tersebut melibatkan pembunuhan warga sipil melalui pembunuhan dan eksekusi di luar hukum.

Amnesty International menganggap ini sebagai salah satu peristiwa paling mematikan bagi warga sipil yang terjebak dalam baku tembak sejak pecahnya permusuhan antara ENDF dan milisi Fano pada 2 Agustus 2021.

Menurut siaran pers oleh Amnesty International “Ethiopia yang mengklaim bahwa akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan selama konflik di Ethiopia utara telah tercapai, menunjukkan bahwa tidak adanya pengawasan internasional semakin memperkuat pemerintah,” kata Agnès Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International.

Pemerintah Ethiopia Membantah Tuduhan, Minta Bukti

Pemerintah Ethiopia dengan keras membantah tuduhan tersebut, menyebutnya “tidak berdasar” dan “bermotif politik.” Dalam pernyataan yang dirilis pada 10 April 2024, Dina Mufti, juru bicara Kementerian Luar Negeri, menyatakan bahwa “Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia mematuhi aturan ketat dan memiliki kebijakan tanpa toleransi terhadap pelanggaran hak asasi manusia.”

“Kami mendesak Amnesty International untuk memberikan bukti kredibel apa pun untuk mendukung klaim ini, dan kami akan melakukan penyelidikan menyeluruh jika bukti tersebut diberikan.”

Human Rights Watch dan Organisasi Lokal Membenarkan Tuduhan

Tuduhan Amnesty International tidak berdiri sendiri. Human Rights Watch (HRW) juga menyatakan keprihatinan tentang peristiwa di Merawi. Dalam laporan yang diterbitkan pada 8 April 2024, HRW menyatakan bahwa mereka telah menerima laporan kredibel dari saksi mata yang mengaku bahwa tentara Ethiopia telah secara di luar hukum membunuh sedikitnya 60 warga sipil di Merawi.

“Penolakan pemerintah Ethiopia terhadap tuduhan ini sangat memprihatinkan,” kata Kenneth Roth, Direktur Eksekutif Human Rights Watch. “Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang serius telah dilakukan di Merawi, dan tuduhan ini memerlukan penyelidikan yang kredibel dan tidak memihak.”

Organisasi Ethiopia lokal, seperti Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC), juga menyerukan penyelidikan. Dalam pernyataan yang dirilis pada 5 April 2024, EHRC menyatakan “sangat terganggu” oleh laporan kekerasan di Merawi dan mendesak pemerintah Ethiopia untuk melakukan “penyelidikan yang cepat, tidak memihak, dan efektif” terhadap tuduhan tersebut.

Sejarah Konflik di Wilayah Amhara

Wilayah Amhara telah menjadi titik api kekerasan sejak pecahnya Perang Tigray pada November 2020. Milisi Fano, kelompok nasionalis Amhara yang terorganisir secara longgar, telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis Tigray di wilayah tersebut.

Pemerintah Ethiopia telah mengerahkan ENDF ke wilayah Amhara untuk meredam kekerasan, tetapi pengerahan tersebut juga berujung pada tuduhan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil.

Komisi Pakar Hak Asasi Manusia Internasional untuk Ethiopia (ICHREE), yang dibentuk oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC) pada Desember 2021, ditugaskan untuk memantau situasi hak asasi manusia di Ethiopia.

Namun, mandat ICHREE tidak diperpanjang pada Oktober 2023, karena kurangnya dukungan dari negara anggota. Amnesty International berpendapat bahwa kurangnya pengawasan ini mungkin telah memperkuat pemerintah Ethiopia.

Pembunuhan Merawi: Sebuah Kronik Kekerasan

Rincian seputar peristiwa di Merawi masih belum jelas. Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia memberikan gambaran yang mengganggu. Amnesty International menuduh bahwa ENDF terlibat dalam pembunuhan warga sipil melalui pembunuhan dan eksekusi di luar hukum.

Organisasi ini mengklaim bahwa insiden ini merupakan salah satu episode paling mematikan bagi warga sipil yang terjebak dalam baku tembak antara ENDF dan milisi Fano sejak permusuhan meletus di Amhara pada Agustus 2023.

Jumlah pasti korban masih belum jelas. Amnesty International menahan diri untuk tidak memberikan angka yang spesifik, tetapi penggunaan istilah-istilah seperti “jumlah yang signifikan” dan “salah satu yang paling mematikan” menunjukkan hilangnya nyawa warga sipil yang cukup besar.

Seruan untuk Investigasi yang Tidak Memihak Semakin Keras

Amnesty International tidak sendirian dalam tuntutannya untuk melakukan investigasi yang tidak memihak. Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC) sebelumnya memainkan peran penting dalam memantau situasi dan mengadvokasi peringatan dini dan langkah-langkah pencegahan.

Namun, efektivitas organisasi ini terhambat pada Oktober 2023 ketika tidak ada negara anggota yang melangkah maju untuk memperbarui mandatnya selama tinjauan Dewan Hak Asasi Manusia (HRC).

“Kegagalan HRC untuk memperbarui mandat EHRC menciptakan kekosongan dalam pengawasan internasional,” ujar Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International. “Pernyataan pemerintah Ethiopia pada Februari 2024 yang mengklaim bahwa pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan selama konflik telah dicapai hanya akan membuat mereka semakin berani dengan tidak adanya pengawasan internasional.”

Pernyataan Callamard mencerminkan keprihatinan yang berkembang di antara kelompok-kelompok hak asasi manusia. Tanpa adanya investigasi yang kredibel dan independen, risiko impunitas bagi para pelaku dan kekerasan lebih lanjut terhadap warga sipil akan tetap tinggi.

Tanggapan Ethiopia: Penyangkalan dan Janji Akuntabilitas

Pemerintah Ethiopia membantah keras tuduhan tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 5 April 2024, juru bicara kantor Perdana Menteri menepis klaim tersebut sebagai “tuduhan tidak berdasar” yang dirancang untuk merusak upaya pemerintah untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di wilayah tersebut.

Pernyataan tersebut kemudian menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban anggota pasukan keamanan yang terbukti melanggar hukum. Namun, kelompok-kelompok hak asasi manusia tetap skeptis, mengutip kurangnya transparansi seputar investigasi di masa lalu terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Seruan untuk Investigasi Internasional Meningkat

Komunitas internasional semakin menyerukan penyelidikan independen terhadap dugaan kejahatan perang di Merawi. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, telah menyerukan “penyelidikan yang kredibel dan tidak memihak” terhadap tuduhan tersebut. Uni Afrika juga mendesak pemerintah Ethiopia untuk melakukan “penyelidikan menyeluruh dan transparan” terhadap peristiwa di Merawi.

Uni Eropa (UE) mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Ethiopia jika pemerintah tidak melakukan penyelidikan kredibel terhadap tuduhan tersebut. “Laporan terbaru tentang kekerasan di Merawi sangat memprihatinkan,” kata Josep Borrell, Perwakilan Tinggi UE untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan.

“Kami mendesak pemerintah Ethiopia untuk melakukan penyelidikan yang kredibel dan tidak memihak terhadap tuduhan ini. Jika pemerintah gagal melakukannya, UE akan mempertimbangkan semua opsi yang tersedia, termasuk sanksi.”

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Scroll to Top