Rusia, Finlandia, dan Migran: Konflik yang Membeku di Perbatasan Eropa Timur

Rusia, Finlandia, dan Migran: Konflik yang Membeku di Perbatasan Eropa Timur

Rusia dan Finlandia memiliki hubungan yang rumit dan tegang sejak lama. Kedua negara berbagi perbatasan sepanjang 1.340 kilometer, yang menjadi salah satu perbatasan paling terpantau di Eropa. Di balik perbatasan itu, terdapat puluhan ribu migran yang mencoba mencari jalan masuk ke Uni Eropa melalui Finlandia, yang seringkali diduga didorong oleh Rusia sebagai alat tekanan politik.

Pada tahun 2024, situasi di perbatasan semakin memburuk akibat pandemi Covid-19, yang membuat Finlandia menekan perbatasannya untuk mencegah penyebaran virus. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan dan kecemasan di kalangan warga Rusia yang tinggal di Finlandia, yang merasa terisolasi dan diskriminasi. Selain itu, Rusia juga meningkatkan aktivitas militer dan intelijen di wilayah perbatasan, yang menimbulkan kecurigaan dan ketegangan di pihak Finlandia.

Berikut adalah ulasan lebih lengkap tentang konflik yang membeku di perbatasan Eropa antara Rusia, Finlandia, dan migran.

Sejarah Hubungan Rusia dan Finlandia

Rusia dan Finlandia memiliki sejarah yang panjang dan penuh konflik. Finlandia pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia selama lebih dari 100 tahun, sebelum memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1917. Namun, kemerdekaan Finlandia tidak diakui oleh Uni Soviet, yang mencoba merebut kembali wilayah Finlandia melalui Perang Musim Dingin (1939-1940) dan Perang Lanjutan (1941-1944).

Meskipun Finlandia berhasil mempertahankan kedaulatannya, negara itu harus mengalami kerugian besar, baik dalam hal korban jiwa, wilayah, maupun ekonomi. Finlandia juga harus membayar ganti rugi perang yang besar kepada Uni Soviet, dan menjalin hubungan yang bersahabat dengan negara komunis itu selama Perang Dingin. Finlandia juga harus menghadapi tekanan politik dan militer dari Uni Soviet, yang mengancam akan menginvasi Finlandia jika negara itu bergabung dengan NATO atau Uni Eropa.

Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, hubungan antara Rusia dan Finlandia menjadi lebih baik. Kedua negara menandatangani perjanjian kerjasama dan persahabatan, serta meningkatkan kerjasama ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Finlandia juga bergabung dengan Uni Eropa pada tahun 1995, dan menjadi salah satu mitra dagang terbesar Rusia di Eropa.

Namun, hubungan antara Rusia dan Finlandia tidak selalu harmonis. Kedua negara masih memiliki perbedaan pendapat dan kepentingan terkait isu-isu seperti keamanan regional, hak asasi manusia, demokrasi, dan hukum internasional. Rusia juga sering menunjukkan sikap agresif dan provokatif terhadap Finlandia, seperti melakukan pelanggaran udara dan laut, melakukan operasi intelijen dan sabotase, serta mendukung gerakan separatis dan nasionalis di Finlandia.

Migran: Alat Tekanan Politik Rusia?

Salah satu isu yang paling memanas antara Rusia dan Finlandia adalah isu migran. Sejak tahun 2015, gelombang migran dari Timur Tengah, Afrika, dan Asia telah mencapai Eropa, mencari perlindungan dan kehidupan yang lebih baik. Banyak dari migran ini mencoba masuk ke Uni Eropa melalui perbatasan Rusia dan Finlandia, yang dianggap sebagai salah satu rute paling mudah dan aman.

Namun, Finlandia menganggap bahwa Rusia sengaja membiarkan dan bahkan mendorong migran untuk menyeberang ke Finlandia, sebagai alat tekanan politik dan balas dendam atas sanksi-sanksi yang diberlakukan oleh Uni Eropa kepada Rusia akibat keterlibatannya dalam krisis Ukraina. Finlandia juga mengkhawatirkan bahwa di antara migran tersebut, terdapat agen-agen Rusia yang menyamar, atau militan-militan yang terkait dengan kelompok-kelompok radikal seperti ISIS atau Al-Qaeda.

Rusia membantah tuduhan-tuduhan tersebut, dan mengklaim bahwa negara itu telah mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan arus migran, seperti meningkatkan pengawasan perbatasan, memperketat persyaratan visa, dan mengusir migran yang tidak memenuhi kriteria. Rusia juga menuduh bahwa Finlandia telah melanggar hak asasi manusia para migran, dengan menolak mereka masuk, mengirim mereka kembali ke Rusia, atau menahan mereka di pusat-pusat penampungan yang buruk.

Dampak Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak akhir tahun 2019, telah memberikan dampak yang besar bagi hubungan antara Rusia dan Finlandia, khususnya terkait isu migran. Pada Maret 2024, Finlandia memutuskan untuk menutup perbatasannya dengan Rusia, untuk mencegah penyebaran virus yang telah menewaskan lebih dari 2 juta orang di seluruh dunia.

Keputusan ini menimbulkan protes dan kekecewaan dari pihak Rusia, yang menganggap bahwa Finlandia telah mengambil langkah yang berlebihan dan tidak proporsional, serta melanggar perjanjian kerjasama dan persahabatan antara kedua negara. Rusia juga mengkhawatirkan bahwa penutupan perbatasan akan berdampak negatif bagi ekonomi dan kesejahteraan rakyat kedua negara, terutama di bidang perdagangan, pariwisata, dan transportasi.

Penutupan perbatasan juga berdampak bagi warga Rusia yang tinggal di Finlandia, yang berjumlah sekitar 70.000 orang. Banyak dari mereka yang merasa terisolasi dan diskriminasi, karena tidak dapat bepergian ke Rusia untuk menemui keluarga atau teman, atau mengurus urusan administrasi. Beberapa dari mereka juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, atau sosial, karena hambatan bahasa atau birokrasi.

Aktivitas Militer dan Intelijen Rusia

Sementara itu, Rusia juga tidak diam saja menghadapi penutupan perbatasan oleh Finlandia. Rusia telah meningkatkan aktivitas militer dan intelijen di wilayah perbatasan, yang menimbulkan kecurigaan dan ketegangan di pihak Finlandia. Beberapa contoh aktivitas tersebut adalah:

  • Melakukan latihan militer berskala besar di wilayah Karelia, yang berbatasan langsung dengan Finlandia, melibatkan ribuan tentara, tank, pesawat tempur, dan rudal balistik.
  • Mengirim pasukan-pasukan bayaran dari kelompok Wagner, yang diketahui terlibat dalam konflik-konflik di Suriah, Libya, dan Afrika Tengah, untuk melakukan operasi-operasi rahasia di Finlandia, seperti merekrut simpatisan, menyebarkan propaganda, atau melakukan sabotase.
  • Menggunakan drone, satelit, atau perangkat elektronik lainnya, untuk mengintip dan mengganggu infrastruktur, komunikasi, atau sistem pertahanan Finlandia.

Reaksi dan Respons Finlandia

Finlandia tidak tinggal diam menghadapi aktivitas-aktivitas Rusia di perbatasan. Finlandia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesiapan dan kemampuan pertahanannya, seperti:

  • Melakukan latihan militer bersama dengan negara-negara NATO dan Uni Eropa, seperti Swedia, Norwegia, Estonia, Latvia, Lituania, Polandia, dan Amerika Serikat, untuk menunjukkan solidaritas dan dukungan terhadap Finlandia.
  • Meningkatkan anggaran pertahanan, membeli senjata dan peralatan militer modern, seperti pesawat tempur F-35, tank Leopard 2, dan rudal Patriot, serta memperkuat sistem pertahanan udara dan siber.
  • Meningkatkan kewaspadaan dan keamanan di wilayah perbatasan, dengan menempatkan lebih banyak personel, kendaraan, dan kamera pengawas, serta membangun pagar dan pos pemeriksaan.
  • Meningkatkan perlindungan dan pelayanan bagi warga Rusia yang tinggal di Finlandia, dengan memberikan bantuan hukum, kesehatan, pendidikan, dan sosial, serta mendorong integrasi dan toleransi antara berbagai kelompok etnis dan agama.

Finlandia juga tidak menutup pintu untuk berdialog dan bernegosiasi dengan Rusia, untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada di perbatasan, serta meningkatkan hubungan yang damai dan saling menguntungkan antara kedua negara. Finlandia berharap bahwa Rusia dapat menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Finlandia, serta menghentikan aktivitas-aktivitas yang mengganggu dan mengancam keamanan Finlandia.

5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Scroll to Top