Indonesia baru saja menggelar pemilu 2024 yang menentukan siapa yang akan memimpin negara ini selama lima tahun ke depan. Namun, pemilu yang diikuti oleh tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden ini tidak berjalan mulus. Dua kubu yang kalah, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, menolak mengakui hasil pemilu dan menuduh adanya kecurangan dan pelanggaran yang merugikan mereka.
Mereka menuntut agar lembaga penyelenggara pemilu melakukan audit dan investigasi terhadap dugaan-dugaan tersebut. Selain itu, mereka juga mendesak agar parlemen membentuk panitia khusus untuk menyelidiki masalah ini. Tuntutan ini ditentang oleh pemerintah dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang menang dengan perolehan suara sekitar 54 persen.
Latar Belakang
Pemilihan umum 2024 di Indonesia berlangsung pada 14 Februari 2024, dengan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Hasil hitung cepat menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan suara sekitar 54 persen, sementara Anies-AHY dan Ganjar-Sandiaga masing-masing mendapat 23 persen dan 22 persen.
Namun, kedua kubu yang kalah tidak mengakui kekalahan dan menuding adanya kecurangan dan pelanggaran yang merugikan mereka dalam pemilu. Mereka menuntut agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melakukan audit dan investigasi terhadap dugaan-dugaan tersebut. Selain itu, mereka juga mendesak agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki masalah ini.
Tuntutan Pansus
Salah satu partai yang paling vokal menyerukan pembentukan pansus adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), partai pengusung Ganjar Pranowo. PDI-P mengklaim bahwa ada indikasi kuat bahwa pemilu 2024 tidak berjalan secara jujur, adil, dan demokratis. Beberapa hal yang menjadi sorotan PDI-P antara lain adalah:
- Dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan sumber daya negara oleh pemerintah untuk mendukung Prabowo-Gibran, termasuk penggunaan anggaran, fasilitas, dan aparatur sipil negara (ASN).
- Dugaan intimidasi dan tekanan terhadap pemilih, saksi, dan penyelenggara pemilu oleh aparat keamanan yang tidak netral.
- Dugaan pembagian bantuan sosial (bansos) yang bersifat politis dan menguntungkan Prabowo-Gibran.
- Dugaan manipulasi data pemilih, perhitungan suara, dan rekapitulasi hasil pemilu oleh KPU dan Bawaslu.
PDI-P berpendapat bahwa pansus DPR memiliki kewenangan dan kapasitas untuk mengungkap fakta-fakta di balik dugaan-dugaan tersebut dan memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait. PDI-P juga berharap bahwa pansus dapat membuka ruang dialog antara para kontestan pemilu dan menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional.
PDI-P tidak sendirian dalam menuntut pansus. Dua partai pendukung Anies Baswedan, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga menyuarakan hal yang sama. Mereka menganggap bahwa pansus merupakan langkah konstitusional yang perlu diambil untuk menjawab kecurigaan publik terhadap pemilu. Mereka juga menegaskan bahwa tuntutan pansus bukan berarti tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK), yang saat ini sedang mengadili gugatan hasil pemilu dari Anies-AHY.
Respons Pemerintah dan Prabowo
Pemerintah dan Prabowo-Gibran menolak keras tuntutan pembentukan pansus DPR. Mereka menilai bahwa tuntutan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan bertujuan untuk mengganggu legitimasi hasil pemilu. Mereka juga menuding bahwa tuntutan tersebut merupakan upaya untuk menggoyang pemerintahan yang baru terbentuk.
Pemerintah dan Prabowo-Gibran menegaskan bahwa KPU dan Bawaslu adalah lembaga yang independen dan profesional dalam menyelenggarakan pemilu. Mereka juga mengklaim bahwa pemilu 2024 telah berlangsung secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Mereka meminta agar semua pihak menghormati hasil pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU dan mengikuti mekanisme hukum yang ada jika ada sengketa.
Pemerintah dan Prabowo-Gibran juga menyerukan agar semua pihak menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah situasi politik yang dinamis. Mereka mengajak para pendukung dan simpatisan mereka untuk tidak terprovokasi oleh isu-isu yang dapat memecah belah masyarakat. Mereka juga berjanji akan bekerja sama dengan semua pihak untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Aksi Massa
Tuntutan pembentukan pansus DPR tidak hanya disuarakan oleh para politisi, tetapi juga oleh sejumlah elemen masyarakat sipil. Pada hari Selasa, 5 Maret 2024, ribuan orang yang tergabung dalam Koalisi Rakyat untuk Selamatkan Demokrasi (KRSD) melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka membawa spanduk, poster, dan atribut yang mengecam Prabowo-Gibran dan mendukung pansus DPR.
Aksi massa tersebut berlangsung secara damai dan tertib. Polisi yang dikerahkan sebanyak 3.929 personel melakukan pengamanan dan pengaturan lalu lintas di sekitar lokasi aksi. Polisi juga mencegah massa untuk masuk ke dalam kompleks DPR atau MPR. Koordinator lapangan dan orator aksi diminta untuk menyampaikan aspirasi mereka dengan tenang, tidak melakukan provokasi, tidak anarkis, dan tidak merusak fasilitas umum.
Aksi massa tersebut mendapat respons positif dari sebagian anggota DPR, terutama dari fraksi-fraksi yang mendukung pansus. Mereka mengapresiasi partisipasi masyarakat sipil dalam mengawal demokrasi dan menuntut keadilan. Mereka juga berjanji akan memperjuangkan tuntutan pansus di dalam rapat paripurna DPR.
Kesimpulan dan Kedepannya
Pemilu 2024 di Indonesia masih menyisakan kontroversi dan polemik terkait dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi. Salah satu tuntutan yang muncul adalah pembentukan pansus DPR untuk menyelidiki masalah ini. Tuntutan ini didukung oleh PDI-P dan dua partai pendukung Anies Baswedan, yaitu PKS dan PKB. Mereka berharap bahwa pansus dapat mengungkap fakta-fakta dan memberikan rekomendasi yang adil.
Namun, tuntutan ini ditolak oleh pemerintah dan Prabowo-Gibran, yang menilai bahwa tuntutan tersebut tidak beralasan dan mengganggu legitimasi hasil pemilu. Tuntutan ini juga mendapat dukungan dari sejumlah elemen masyarakat sipil, yang melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR. Aksi ini mendapat pengamanan dari polisi dan respons positif dari sebagian anggota DPR.