Pilot Australia dan dua orang lainnya yang diculik oleh sekelompok pria bersenjata di Papua Nugini pada hari Jumat telah dibebaskan setelah negosiasi yang melibatkan polisi, militer, dan pemimpin masyarakat setempat. Ketiga korban diculik saat berada di bandara Kiunga, di provinsi Western, yang berbatasan dengan Papua, Indonesia.
Pilot Australia, yang bekerja untuk perusahaan penerbangan Mission Aviation Fellowship (MAF), mengangkut dua pekerja kesehatan dari organisasi nirlaba Marie Stopes ke Kiunga, ketika mereka diserang oleh sekitar 10 pria bersenjata yang menuntut uang tebusan. Mereka kemudian dibawa ke hutan belantara di dekat Sungai Fly, salah satu sungai terpanjang di dunia.
Polisi Papua Nugini mengatakan bahwa mereka berhasil melacak lokasi penculik dan korban dengan bantuan helikopter militer dan informasi dari masyarakat. Mereka juga mengatakan bahwa mereka melakukan negosiasi dengan penculik melalui telepon seluler dan radio, dan meyakinkan mereka untuk melepaskan korban tanpa kekerasan.
“Kami sangat bersyukur bahwa ketiga korban dibebaskan dengan selamat dan sehat. Ini adalah hasil dari kerja sama yang baik antara polisi, militer, dan pemimpin masyarakat,” kata Komandan Polisi Provinsi Western, Silva Sika, dalam sebuah pernyataan.
Pilot Australia, yang namanya tidak diungkapkan, mengatakan bahwa dia dan dua orang lainnya diperlakukan dengan baik oleh penculik, dan tidak mengalami luka fisik. Dia juga mengatakan bahwa dia tidak tahu motif penculikan, dan tidak mengetahui jumlah uang tebusan yang diminta.
“Kami tidak tahu mengapa mereka menculik kami. Mereka hanya mengatakan bahwa mereka ingin uang. Kami tidak tahu berapa banyak. Kami tidak pernah melihat uang itu,” kata pilot itu, seperti dikutip oleh ABC News.
Pilot itu juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam upaya pembebasan, termasuk polisi, militer, MAF, Marie Stopes, dan masyarakat setempat. Dia mengatakan bahwa dia masih ingin terus bekerja di Papua Nugini, dan membantu orang-orang yang membutuhkan layanan penerbangan.
“Saya tidak akan pernah meninggalkan Papua Nugini. Saya mencintai orang-orang di sini. Saya ingin terus melayani mereka,” katanya.
Penculikan pilot Australia dan dua orang lainnya adalah insiden terbaru dalam serangkaian kekerasan yang terjadi di Papua Nugini, sebuah negara kepulauan yang memiliki berbagai suku, bahasa, dan budaya. Negara ini juga menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan politik, serta konflik antara kelompok bersenjata, terutama di daerah pegunungan dan perbatasan.
Menurut laporan Reuters, Papua Nugini telah mengalami peningkatan kekerasan sejak tahun lalu, ketika pemerintah mengumumkan rencana untuk membuka kembali tambang emas dan tembaga Bougainville, yang menjadi sumber konflik berdarah selama lebih dari satu dekade. Pada bulan Januari, sekitar 15 orang tewas dalam baku tembak antara kelompok bersenjata di dekat tambang itu.
Pada bulan Februari, seorang pekerja kemanusiaan asal Selandia Baru yang bekerja untuk Lembaga PBB untuk Pengungsi (UNHCR) ditembak mati oleh pria bersenjata di kota Lae, ibu kota provinsi Morobe. Motif penembakan itu masih belum diketahui.
Pemerintah Papua Nugini telah berjanji untuk meningkatkan keamanan di seluruh negeri, dan menangkap para pelaku kekerasan. Namun, banyak warga yang merasa tidak aman, dan mengkritik pemerintah karena gagal memberantas kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan.