Tokyo, 7 Februari 2024 – Tiga belas tahun setelah gempa bumi dan tsunami yang menghancurkan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di Jepang, bocoran air limbah nuklir dari reaktor yang rusak masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Menurut laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA), sekitar 5,5 juta ton air limbah nuklir yang mengandung isotop radioaktif telah disimpan dalam tangki-tangki raksasa di lokasi pembangkit listrik, dan sebagian telah bocor ke tanah dan laut.
Air limbah nuklir tersebut berasal dari proses pendinginan reaktor yang meleleh akibat gempa dan tsunami pada Maret 2011, yang menyebabkan kecelakaan nuklir terburuk sejak Chernobyl pada 1986. Air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor kemudian terkontaminasi oleh bahan bakar nuklir yang meleleh dan harus disimpan dalam tangki khusus. Namun, tangki-tangki tersebut tidak cukup kuat untuk menahan tekanan dan radiasi, dan beberapa di antaranya telah mengalami kebocoran.
Pemerintah Jepang telah berusaha untuk menangani masalah ini dengan berbagai cara, termasuk membangun sistem pengolahan air yang dapat menghilangkan sebagian besar isotop radioaktif kecuali tritium, yang sulit untuk dipisahkan. Namun, sistem tersebut sering mengalami masalah teknis dan tidak dapat beroperasi secara optimal.
Selain itu, pemerintah Jepang juga berencana untuk membuang air limbah nuklir yang telah diolah ke laut, dengan alasan bahwa tritium tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia dalam kadar rendah. Namun, rencana ini mendapat tentangan keras dari masyarakat lokal, nelayan, kelompok lingkungan, dan negara-negara tetangga seperti Korea Selatan dan China, yang khawatir akan dampak jangka panjang dari pencemaran nuklir.
Menurut para ahli, bocoran air limbah nuklir dari Fukushima memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan ekologis dan kesehatan yang signifikan, baik secara lokal maupun global. Air limbah nuklir yang mencemari tanah dapat mengkontaminasi tanaman, hewan, dan air minum, serta meningkatkan risiko kanker dan penyakit genetik bagi manusia.
Air limbah nuklir yang mencemari laut dapat menyebar melalui arus laut dan mempengaruhi kehidupan laut, rantai makanan, dan keamanan pangan. Selain itu, air limbah nuklir juga dapat mempengaruhi iklim dan cuaca, karena isotop radioaktif dapat memancarkan panas dan mempengaruhi siklus air .
Dalam laporannya, IAEA mengakui bahwa masalah air limbah nuklir Fukushima adalah “tantangan besar” yang membutuhkan “solusi komprehensif dan berkelanjutan” yang melibatkan semua pemangku kepentingan. IAEA juga merekomendasikan agar pemerintah Jepang meningkatkan transparansi dan komunikasi tentang rencana dan tindakan mereka terkait dengan air limbah nuklir, serta meningkatkan kerjasama internasional untuk mengatasi masalah ini.
IAEA menekankan bahwa penanganan air limbah nuklir Fukushima adalah tanggung jawab bersama dari komunitas internasional, dan meminta dukungan dan bantuan dari negara-negara anggota dan organisasi lain.
Sementara itu, masyarakat sipil dan kelompok lingkungan terus menuntut agar pemerintah Jepang menghentikan rencana pembuangan air limbah nuklir ke laut, dan mencari alternatif yang lebih aman dan bertanggung jawab. Mereka juga menyerukan agar pemerintah Jepang menghormati hak-hak masyarakat lokal, terutama nelayan, yang telah terkena dampak langsung dari bencana nuklir Fukushima.
Mereka juga meminta agar pemerintah Jepang menghentikan pengoperasian kembali reaktor nuklir lainnya di negara tersebut, dan beralih ke energi terbarukan yang lebih bersih dan berkelanjutan .