Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 melambat menjadi 5,05 persen dari 5,3 persen di tahun 2022, menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (5/2/2024). Penyebab utama perlambatan ini adalah melemahnya ekspor akibat penurunan harga komoditas dan permintaan global. Selain itu, kebijakan moneter yang ketat juga menekan permintaan domestik.
Ekspor Indonesia di tahun 2023 hanya tumbuh 1,32 persen secara tahunan, sementara impor menurun 1,65 persen. Hal ini mengakibatkan surplus perdagangan Indonesia menyusut menjadi 0,1 persen dari produk domestik bruto (PDB), turun dari 0,6 persen di tahun 2022. Harga komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit, batu bara, dan nikel mengalami penurunan di tahun 2023, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Konsumsi rumah tangga, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kontribusi lebih dari setengah dari PDB, juga melambat menjadi 4,82 persen di tahun 2023 dari 4,94 persen di tahun 2022. Hal ini mencerminkan dampak dari kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 250 basis poin antara Agustus 2022 dan Oktober 2023, yang bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi.
Inflasi Indonesia di tahun 2023 rata-rata 3,7 persen, berada di dalam rentang sasaran BI yang direvisi menjadi 2,5 persen plus/minus 1 persen di tahun 2024.
Investasi di Indonesia, yang merupakan kontributor kedua terbesar terhadap pertumbuhan, meningkat 4,40 persen di tahun 2023, lebih cepat dari 3,87 persen di tahun 2022. Hal ini didorong oleh investasi untuk proyek-proyek pemerintah, termasuk untuk rencana pembangunan ibu kota baru di Kalimantan, kereta api cepat yang didukung oleh China di Jawa Barat, sky train baru di Jakarta, dan sejumlah jalan tol dan bendungan.
Investasi asing langsung (FDI) di tahun 2023 naik 13,7 persen secara tahunan menjadi 744 triliun rupiah (US$ 63,5 miliar). Negara ini telah mengalami pertumbuhan FDI yang kuat setelah pandemi Covid-19, terutama karena investasi di industri pengolahan nikel terus meningkat seiring dengan minat yang lebih besar terhadap kendaraan listrik.
Pemerintah Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan meningkat menjadi 5,2 persen di tahun 2024, dengan harapan bahwa belanja untuk pemilihan umum pada 14 Februari dan kembalinya investasi swasta setelah ketidakpastian politik mereda akan mendorong PDB. Namun, analis mengingatkan adanya risiko penurunan lebih lanjut dalam pertumbuhan di kuartal-kuartal mendatang, karena BI kemungkinan akan mengetatkan kebijakan moneter dan permintaan komoditas terus melemah.
“Kami memperkirakan bahwa ekonomi akan kesulitan di kuartal-kuartal mendatang,” kata Ankita Amajuri dari Capital Economics. “Prakiraan kami bahwa pertumbuhan di negara-negara maju akan sulit dan bahwa harga komoditas akan tetap rendah menunjukkan bahwa ekspor akan tetap lemah.”
Meskipun ekonomi Indonesia saat ini lebih besar daripada sebelumnya, seperti banyak negara lain, negara ini belum sepenuhnya pulih ke jalur pertumbuhan sebelum pandemi. Hal ini mencerminkan dampak jangka panjang dari pandemi, termasuk di pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas.
Prospek ekonomi secara keseluruhan juga rentan terhadap risiko yang berasal dari luar Indonesia: suku bunga yang tinggi lebih lama di negara-negara besar dapat menekan permintaan global, meningkatkan biaya pinjaman, dan mempersulit peminjaman di pasar dunia. Ketidakpastian geopolitik global dapat mengganggu rantai nilai.