Pasar saham China mengalami kenaikan tajam pada hari Selasa, setelah dana investasi pemerintah mengumumkan bahwa akan meningkatkan pembelian saham untuk menstabilkan pasar yang sedang tertekan. Langkah ini merupakan salah satu dari serangkaian upaya yang dilakukan oleh otoritas China untuk menenangkan investor yang khawatir tentang perlambatan ekonomi, ketegangan geopolitik, dan pengetatan regulasi.
Menurut laporan MarketWatch, China Securities Finance Corp (CSFC), sebuah dana yang didukung oleh pemerintah untuk menyediakan pinjaman marjin kepada investor, mengatakan bahwa akan membeli lebih banyak saham perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja baik, nilai pasar besar, dan prospek pertumbuhan yang bagus. CSFC juga mengatakan bahwa akan memperluas cakupan pembelian saham, termasuk saham-saham yang terkait dengan teknologi, konsumsi, dan kesehatan.
Pengumuman ini segera mendapat respons positif dari pasar, yang telah mengalami penurunan sekitar 10% sejak awal tahun. Indeks Shanghai Composite naik 3,1% menjadi 2.730,15 poin, sementara indeks Shenzhen Component naik 5,3% menjadi 8.451,21 poin. Indeks Hang Seng di Hong Kong juga naik 1,9% menjadi 23.779,66 poin.
Pembelian saham oleh CSFC bukanlah hal yang baru, karena dana ini pernah melakukan hal serupa pada tahun 2015, ketika pasar saham China mengalami krisis yang parah. Namun, langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah China masih berkomitmen untuk mendukung pasar modalnya, meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi China adalah perlambatan ekonomi, yang dipengaruhi oleh pandemi Covid-19, penurunan permintaan global, dan persaingan dengan Amerika Serikat. Pada hari Senin, China melaporkan bahwa produk domestik bruto (PDB) nya tumbuh 4,9% pada kuartal ketiga, lebih rendah dari perkiraan 6,3%. Meskipun demikian, China tetap menjadi salah satu negara yang berhasil mencatat pertumbuhan positif di tengah krisis global.
Selain itu, China juga menghadapi ketegangan geopolitik dengan beberapa negara, terutama Amerika Serikat, yang menuduh China melakukan praktik perdagangan yang tidak adil, mencuri teknologi, dan melanggar hak asasi manusia. Hubungan kedua negara semakin memburuk sejak era pemerintahan Donald Trump, dan belum ada tanda-tanda perbaikan di bawah pemerintahan Joe Biden.
Tantangan lain yang dihadapi China adalah pengetatan regulasi terhadap sektor-sektor strategis, seperti teknologi, keuangan, dan pendidikan. Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah risiko sistemik, melindungi keamanan nasional, dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Namun, langkah ini juga berdampak negatif bagi para pelaku usaha, yang merasa terbebani oleh aturan-aturan yang ketat dan tidak pasti.
Salah satu contoh yang paling mencolok adalah kasus Alibaba Group, raksasa e-commerce China yang didirikan oleh Jack Ma. Pada bulan Desember tahun lalu, pemerintah China menghentikan penawaran saham perdana (IPO) Ant Group, anak perusahaan Alibaba yang bergerak di bidang fintech, dengan alasan ada perubahan kebijakan. Selain itu, pemerintah China juga menyelidiki Alibaba atas dugaan praktik monopoli, dan menghukum perusahaan ini dengan denda sebesar 18,2 miliar yuan (sekitar Rp 40 triliun) pada bulan April tahun ini.
Akibatnya, saham Alibaba di bursa New York turun lebih dari 30% sejak November tahun lalu, dan menghapus sebagian besar nilai pasar perusahaan. Jack Ma, yang pernah menjadi orang terkaya di China, juga jarang muncul di depan publik, dan dikabarkan telah mengurangi keterlibatannya dalam bisnisnya.
Menyadari dampak negatif dari pengetatan regulasi, Presiden China Xi Jinping dikabarkan akan mengadakan pertemuan dengan para pejabat keuangan dan regulator untuk membahas situasi pasar saham. Menurut laporan Bloomberg News, pertemuan ini akan membahas cara-cara untuk meningkatkan kepercayaan investor, mendorong inovasi, dan memperkuat pengawasan.
Pertemuan ini diharapkan dapat memberikan sinyal positif bagi pasar, dan menunjukkan bahwa pemerintah China tidak berniat untuk menekan sektor swasta, melainkan ingin menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, pertemuan ini juga menunjukkan bahwa pemerintah China masih memiliki peran yang dominan dalam mengatur pasar, dan investor harus tetap waspada terhadap perubahan kebijakan yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Dengan demikian, pasar saham China masih menghadapi tantangan yang besar, dan kenaikan yang terjadi pada hari Selasa belum tentu berlanjut. Investor harus memperhatikan perkembangan ekonomi, geopolitik, dan regulasi yang dapat mempengaruhi pasar. Selain itu, investor juga harus memilih saham-saham yang memiliki fundamental yang kuat, prospek yang cerah, dan valuasi yang wajar.