Shilling Kenya, mata uang Afrika Timur yang paling banyak diperdagangkan, telah menguat secara signifikan terhadap dolar AS dalam beberapa minggu terakhir, mencapai level tertinggi dalam tiga tahun pada hari Jumat, 2 Februari 2024. Kenaikan nilai shilling ini membawa kelegaan bagi para importir, yang sebelumnya menghadapi tekanan dari biaya impor yang tinggi akibat pelemahan mata uang lokal.
Menurut data dari Bank Sentral Kenya (CBK), shilling Kenya ditutup pada 99,50 per dolar AS pada hari Jumat, naik 1,5 persen dari 101,00 pada awal tahun. Ini adalah level terkuat sejak Januari 2021, ketika shilling sempat menyentuh 99,00 per dolar AS. Pada tahun 2023, shilling Kenya melemah hingga 112,00 per dolar AS pada bulan Agustus, sebelum pulih menjadi 101,00 pada akhir tahun.
Faktor-faktor yang mendorong penguatan shilling Kenya antara lain adalah peningkatan aliran devisa dari sektor pariwisata, pertanian, dan remitansi, serta intervensi dari CBK, yang menjual dolar AS untuk menstabilkan pasar valas. Selain itu, permintaan dolar AS dari sektor swasta juga menurun, seiring dengan penurunan harga minyak dunia dan perlambatan aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dampak Positif bagi Para Importir
Kenaikan nilai shilling Kenya berdampak positif bagi para importir, yang sebagian besar membayar barang-barang mereka dalam dolar AS. Dengan shilling yang lebih kuat, mereka dapat menghemat biaya impor dan meningkatkan margin keuntungan mereka. Hal ini juga dapat mendorong peningkatan volume impor, yang dapat mendukung pemulihan ekonomi Kenya.
Salah satu sektor yang mendapat manfaat dari shilling yang lebih kuat adalah sektor otomotif, yang mengimpor sebagian besar kendaraan dari luar negeri. Menurut Asosiasi Penjual Mobil Kenya (KADA), penjualan mobil baru di Kenya meningkat 6,7 persen menjadi 15.523 unit pada tahun 2023, dibandingkan dengan 14.552 unit pada tahun 2022. KADA mengharapkan penjualan mobil baru akan tumbuh lebih lanjut pada tahun 2024, seiring dengan peningkatan permintaan dan daya beli konsumen.
“Kami sangat senang dengan kenaikan nilai shilling, karena ini berarti kami dapat menawarkan harga yang lebih kompetitif kepada pelanggan kami. Kami juga dapat memesan lebih banyak stok dari pemasok kami, karena kami tidak perlu khawatir tentang fluktuasi nilai tukar,” kata John Kamau, seorang penjual mobil di Nairobi.
Tantangan bagi Para Eksportir
Namun, tidak semua sektor menyambut baik shilling yang lebih kuat. Bagi para eksportir, shilling yang lebih kuat berarti mereka mendapatkan pendapatan yang lebih rendah dalam mata uang lokal, ketika mereka menukarkan dolar AS yang mereka peroleh dari penjualan barang-barang mereka di luar negeri. Hal ini dapat mengurangi daya saing produk-produk Kenya di pasar internasional, dan menekan pertumbuhan ekspor.
Salah satu sektor yang merasakan dampak negatif dari shilling yang lebih kuat adalah sektor bunga, yang merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi Kenya. Menurut Asosiasi Petani Bunga Kenya (KFC), ekspor bunga Kenya turun 10 persen menjadi 159.000 ton pada tahun 2023, dibandingkan dengan 177.000 ton pada tahun 2022. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan permintaan dari pasar Eropa, yang merupakan tujuan utama ekspor bunga Kenya, serta persaingan dari negara-negara lain seperti Ethiopia dan Kolombia.
“Kami menghadapi tantangan besar akibat shilling yang lebih kuat, karena ini menggerus pendapatan kami dan membuat produk kami kurang bersaing. Kami berharap pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk menjaga keseimbangan nilai tukar, agar kami dapat bertahan di pasar global,” kata Mary Wanjiku, seorang petani bunga di Naivasha.
Prospek Nilai Tukar ke Depan
Meskipun shilling Kenya telah menguat secara signifikan dalam beberapa minggu terakhir, beberapa analis mengatakan bahwa tren ini mungkin tidak berlanjut dalam jangka panjang. Mereka menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat melemahkan shilling Kenya di masa depan, seperti peningkatan defisit anggaran, penurunan cadangan devisa, dan ketidakpastian politik menjelang pemilihan umum pada bulan Agustus 2024.
Menurut laporan dari Bloomberg, shilling Kenya diperkirakan akan melemah menjadi 103,00 per dolar AS pada akhir tahun 2024, dan menjadi 105,00 per dolar AS pada akhir tahun 2025. Laporan ini juga mengatakan bahwa shilling Kenya merupakan mata uang Afrika yang paling rentan terhadap tekanan pelemahan, karena memiliki rasio utang terhadap PDB yang tinggi, sekitar 70 persen, dan defisit anggaran yang besar, sekitar 8 persen dari PDB.
“Kami berpandangan bahwa shilling Kenya saat ini terlalu kuat, dan akan mengalami koreksi dalam beberapa bulan ke depan. Kami melihat beberapa risiko yang dapat memicu pelemahan shilling, seperti meningkatnya kebutuhan pembiayaan pemerintah, menurunnya aliran modal asing, dan meningkatnya ketegangan politik,” kata James Mwangi, seorang analis pasar di Standard Bank Kenya.