Pasar minyak dan gas dunia mengalami gejolak akibat krisis energi yang melanda Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun ini. Krisis ini disebabkan oleh cuaca dingin yang ekstrem, kekurangan pasokan gas alam, dan gangguan infrastruktur energi. Krisis ini telah berdampak pada harga minyak dan gas, permintaan energi global, dan hubungan geopolitik antara AS dan negara-negara produsen energi.
Cuaca Dingin dan Kekurangan Gas Alam di AS
Menurut laporan media AS, sekitar 150 juta orang di 25 negara bagian AS mengalami pemadaman listrik dan kesulitan pemanasan akibat cuaca dingin yang tidak biasa pada bulan Januari dan Februari 2024. Suhu di beberapa daerah mencapai rekor terendah, bahkan di bawah titik beku. Cuaca dingin ini menyebabkan permintaan gas alam meningkat tajam, sementara pasokan gas alam menurun karena beberapa sumur dan pipa gas alam membeku atau rusak.Â
Hal ini menyebabkan harga gas alam melonjak hingga 100 kali lipat di beberapa pasar spot, mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Selain itu, cuaca dingin juga mengganggu produksi dan pengiriman minyak mentah di AS, terutama di Texas, negara bagian terbesar produsen minyak di AS. Menurut laporan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), produksi minyak mentah AS turun sekitar 2 juta barel per hari (bph) pada minggu pertama Februari 2024, mencapai level terendah sejak September 2020.
Dampak pada Pasar Minyak dan Gas Dunia
Krisis energi di AS telah berdampak pada pasar minyak dan gas dunia, baik dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran, penurunan produksi minyak dan gas di AS mengurangi pasokan global, terutama ke negara-negara yang bergantung pada impor energi dari AS, seperti Meksiko, Kanada, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa. Hal ini meningkatkan permintaan minyak dan gas dari negara-negara produsen lain, seperti Rusia, Arab Saudi, Iran, dan Qatar.
Dari sisi permintaan, krisis energi di AS juga menurunkan konsumsi minyak dan gas di negara tersebut, yang merupakan konsumen energi terbesar di dunia. Menurut EIA, konsumsi minyak AS turun sekitar 1,5 juta bph pada minggu pertama Februari 2024, mencapai level terendah sejak Mei 2020. Konsumsi gas alam AS juga turun sekitar 20 persen pada minggu yang sama.
Akibatnya, harga minyak dan gas dunia mengalami fluktuasi yang signifikan sejak awal tahun ini. Harga minyak mentah Brent, acuan internasional, naik sekitar 10 persen pada Januari 2024, mencapai level tertinggi sejak Januari 2020, sebelum turun sekitar 5 persen pada Februari 2024. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), acuan AS, naik sekitar 8 persen pada Januari 2024, mencapai level tertinggi sejak Februari 2020, sebelum turun sekitar 7 persen pada Februari 2024.
Harga gas alam dunia juga mengalami kenaikan yang tajam pada Januari 2024, seiring dengan meningkatnya permintaan dari negara-negara yang mengalami musim dingin, seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa. Harga gas alam cair (LNG) Asia, acuan regional, naik sekitar 160 persen pada Januari 2024, mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, sebelum turun sekitar 70 persen pada Februari 2024.
Harga gas alam Eropa, acuan regional, naik sekitar 50 persen pada Januari 2024, mencapai level tertinggi sejak November 2018, sebelum turun sekitar 30 persen pada Februari 2024.
Implikasi Geopolitik dari Krisis Energi di AS
Krisis energi di AS juga memiliki implikasi geopolitik, terutama terkait dengan hubungan AS dengan negara-negara produsen energi, seperti Rusia, Arab Saudi, Iran, dan Qatar. Krisis ini menunjukkan bahwa AS masih rentan terhadap gangguan pasokan energi, meskipun telah mencapai status netral energi sejak 2019. Hal ini juga menunjukkan bahwa AS masih membutuhkan kerjasama dengan negara-negara produsen energi lain untuk menjaga stabilitas pasar energi global.
Salah satu contoh kerjasama tersebut adalah kesepakatan yang dicapai antara AS dan Arab Saudi pada Februari 2024, di mana Arab Saudi bersedia meningkatkan produksi minyaknya sebesar 1 juta bph untuk membantu mengatasi kekurangan pasokan global akibat krisis energi di AS. Kesepakatan ini juga bertujuan untuk menstabilkan harga minyak dunia, yang telah mengalami volatilitas yang tinggi sejak awal tahun ini. Kesepakatan ini merupakan bukti dari hubungan yang erat antara AS dan Arab Saudi, yang merupakan sekutu strategis di Timur Tengah.
Di sisi lain, krisis energi di AS juga memberikan peluang bagi negara-negara produsen energi lain, terutama Rusia, untuk meningkatkan pengaruhnya di pasar energi global. Rusia merupakan produsen gas alam terbesar di dunia, dan memiliki cadangan gas alam yang besar dan infrastruktur pipa gas yang luas. Rusia juga merupakan produsen minyak terbesar kedua di dunia, setelah AS.
Rusia telah memanfaatkan krisis energi di AS untuk meningkatkan ekspor gas alam dan minyaknya ke negara-negara yang membutuhkan, terutama di Eropa dan Asia. Hal ini telah meningkatkan pendapatan dan kekuatan tawar Rusia di pasar energi global.
Selain itu, krisis energi di AS juga berpotensi mempengaruhi hubungan AS dengan Iran, yang merupakan negara produsen minyak dan gas terbesar ketiga di Timur Tengah, setelah Arab Saudi dan Irak. Iran telah menghadapi sanksi ekonomi dari AS sejak 2018, yang telah menghambat produksi dan ekspor minyak dan gasnya. Iran juga telah terlibat dalam konflik dengan AS dan sekutunya di Timur Tengah, terutama terkait dengan program nuklir dan rudalnya.
Krisis energi di AS dapat memberikan insentif bagi AS untuk bernegosiasi dengan Iran untuk mengurangi ketegangan dan mengembalikan kesepakatan nuklir 2015, yang dapat membuka peluang bagi Iran untuk kembali ke pasar energi global.